Seperti terlihat dalam barang rampasan yang dititipkan di Rumah Peyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) Jakarta Timur yaitu sebuah truk tangki BBM kapasitas 5 ribu liter dengan nomor polisi B 9551 EI. Truk itu dititipkan penyidik pada akhir 2007 terkait kejahatan 'kencing' BBM.
Setelah sembilan tahun berlalu, kejaksaan baru melelang barang tersebut. "Akhirnya dimenangkan penawar terakhir, yaitu Yusuf dengan deal sebesar Rp 14,4 juta," kata Kepala Sub Seksi Administrasi dan Pemeliharaan, Seno Hartowo, sebagaimana dikutip dari website Kemenkum HAM, Minggu (29/5/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lelang ini dilakukan pada Rabu (18/5/2016). Dalam pelelangan tersebut, harga dibuka dari Rp 14.150.000 dan para peserta lelang diharuskan melakukan registrasi terlebih dahulu dengan melampirkan surat-surat seperti KTP. Lelang dimulai pukul 10.30 WIB dan dibuka dengan pemberitahuan peraturan lelang yang disampaikan pihak Kejari Jakarta Timur.
"Untuk mengiklankan barang lelang truk tangki ini di koran harian saja membutuhkan biaya sebesar Rp 5 juta. Itu sangat membebani anggaran. Harga barang lelang ini juga terlalu tinggi sehingga membuat sepi peminat lelang," ujar perwakilan Kejari Jakarta Timur, Eko.
Lalu bagaimanakah kondisi truk? Untuk mengeluarkan truk itu, seluruh petugas Rupbasan harus bahu membahu mendorong membantu proses pengeluaran truk tangki dari tempatnya mengingat posisinya berada di tengah-tengah dan harus membuka jalan agar bisa keluar. Apalagi aki truk sudah soak sehingga harus disiasati dengan menukar dengan aki mobil lainnya yang masih bagus. Karatan juga ditemukan di sekujur badan truk.
"Sangat sulit mengeluarkan barangnya karena terhalang mobil-mobil dan truk-truk besar lain," kata petugas Rupbasan, Heru Siswanto.
Butuh waktu kurang lebih tujuh jam untuk mengeluarkan truk tangki ini, yakni dari pukul 10.00-17.00 WIB. Selanjutnya, truk tangki tersebut akan diserahkan Kejari Jakarta Timur kepada pemenang lelang, yakni Yusuf.
Permasalahan benda sitaan dan benda rampasan ini memang menjadi sorotan. Saat ini, Rupbasan hanya diberi Rp 20 jutaan per tahun untuk perawatan seluruh barang sitaan. Akibatnya di Rupbasan Jakarta Timur/Jakarta Pusat, lebih dari 100-an mobil teronggok menjadi besi tua.
Akibatnya penyusutan nilai barang bisa mencapai triliunan rupiah secara nasional. Oleh sebab itu, Kemenkum HAM tengah menggodok rancangan Peraturan Presiden (Perpres) untuk mengoptimalkan kinerja Rupbasan. Kelak, Rupbasan bisa melelang di awal barang masuk dan diubah menjadi nilai uang sehingga tidak ada penyusutan nilai barang. Saat eksekusi, maka tinggal mengoper uang di rekening dari rekening Rupbasan ke rekening kas negara.
"Ada ratusan triliun aset aset sitaan dan rampasan itu yang harus diselamatkan. Mulai dalam bentuk barang barang berharga, kayu illegal logging, uang sitaan, tanah dan bangunan, kapal-kapal sitaan, minyak dan gas dan aset aset berharga/bernilai lainnya yang disita atau dirampas sebagai aset negara," kata Dirjen Peraturan Perundangan (PP) Kemenkum HAM Prof Widodo Ekatjahjana beberapa waktu lalu.
Belum lagi barang sitaan yang masuk lorong gelap seperti dipinjam pakai penyidik tapi tidak pernah kembali ke negara.
"Ini perlu diatur dalam peraturan presiden (perpres). Itu nilainya luar biasa. Apalagi kalau kita menyatupadukan semua institusi, nilai sitaannya luar biasa," kata Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Prof Hartiwiningsih dalam kesempatan terpisah. (asp/nrl)











































