Selama tiga jam delegasi yang dipimpin Koordinator Staf Khusus Satgas 115, Mas Achmad Santosa bertemu jajaran Kementerian Pertanian, Lingkungan Hidup, Perikanan, dan Pangan Spanyol, di kantornya di Madrid, Rabu (25/5/2016). Ota-demikian Mas Achmad Santosa kerap disapa-didampingi Kolonel Kresno Buntoro dari TNI AL, Staf Bidang Hukum Satgas 115 Januar Dwi Putra, dan Sekretaris Utama KBRI Madrid M.A Ghaffar Chalid Lasiny.
Foto: Koordinator Staf Khusus Satgas 115 Mas Achmad Santosa bersama delegasi RI membahas pencegahan dan pemberantasan kejahatan perikanan dengan delegasi Spanyol (Arifin Asydhad/detikcom) |
Topik pertemuan difokuskan kepada sistem pengawasan perikanan tangkap. Dalam pemaparan Ditjen Pengelolaan Perikanan Spanyol diketahui bahwa Spanyol melakukan pengawasan administratif terhadap kapal perikanan berbendara Spanyol dengan ketat. Spanyol memberikan izin berdasarkan kuota penangkapan per spesies ikan. Tingkat kepatuhan kapal perikanan terhadap kuota penangkapan tersebut diawasi melalui Electronic Reporting System (ERS).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Foto: Koordinator Staf Khusus Satgas 115 Mas Achmad Santosa bersama delegasi RI membahas pencegahan dan pemberantasan kejahatan perikanan dengan delegasi Spanyol (Arifin Asydhad/detikcom) |
Menurut Ota, cara Spanyol melakukan pengawasan kepatuhan secara administratif terhadap kapal perikanan patut dicontoh. "Penggunaan ERS dan e-logbook yang kemudian ditindaklanjuti inspeksi berkala plus penggunaan VMS, Spanyol perlu dicontoh. Mereka lebih memanfaatkan teknologi," kata Ota seusai pertemuan.
Dalam pemanfaatan teknologi VMS, lanjut Ota, Spanyol juga tidak hanya sekadar melakukan pengawasan, tapi juga melakukan analisa-analisa. Spanyol juga bagus dalam melakukan sanksi administratif (administrative punishment) terhadap kapal perikanan yang melakukan pelanggaran.
Foto: Koordinator Staf Khusus Satgas 115 Mas Achmad Santosa memberikan pemaparan (Arifin Asydhad/detikcom) |
Menurut Ota, salah satu kelebihan penanganan pengawasan administratif kapal perikanan ini karena ada regulasi Uni Eropa, sehingga bisa lebih efektif. Dalam penggunaan ERS misalnya, setiap negara anggota Uni Eropa harus melakukannya sesuai peraturan yang dibuat oleh Uni Eropa dan mulai diberlakukan sejak 2009. Sementara di kawasan Asia Tenggara, hanya berlaku aturan-aturan pengawasan yang dibuat oleh masing-masing negara.
Sedangkan dalam kasus penanganan pelanggaran pidana terkait kapal perikanan, Spanyol belum melakukan dengan optimal. Penindakan terkait dengan IIU Fishing baru diatur dalam peraturan yang ditetapkan pada tahun 2015 lalu. Informasi dari Guardia Civil, saat ini baru hanya ada 1 kasus pidana pencurian ikan yang ditangani.
Bila dibandingkan Spanyol, Indonesia lebih maju dalam melakukan supervisi dan penanganan pidana. Di Indonesia, IIU Fishing sudah diatur dalam UU Kelautan dan Perikanan yang sudah ditetapkan pada 2009 lalu. "Saat ini sudah ada sekitar 100 kasus pidana yang kami tangani," kata Ota. Kelebihan Indonesia juga, kata Ota, ada 6 lembaga, antara lain Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Bakamla, Polisi Air, TNI AL, dan Kejaksaan, yang bersama-sama menangani kasus pidana ini.
Bahkan, Indonesia juga telah memelopori agar kasus kejahatan perikanan ini dimasukkan ke dalam kejahatan transnasional terorganisir (transnational organized crime/TOC), karena unsur lintas negaranya sangat kuat. Upaya ini juga dilakukan Indonesia dalam sidang pleno sesi ke-25 Commission on Crime Prevention and Criminal Justice (CCPCJ) di Markas Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di Wina, 23 Mei lalu. "Kalau kejahatan perikanan bisa masuk TOC, maka ancaman hukuman terkait IIU Fishing ini minimal bisa 4 tahun penjara," jelas Ota. Selain itu, Indonesia juga akan melakukan revisi UU Kelautan dan Perikanan agar pemberantasan IUU Fishing lebih efektif.
(Baca juga: Cara Spanyol Awasi Kapal Ikan dan Hasil Tangkapan Ikan)
Pertukaran Data ABK
Selain pembelajaran mengenai sistem pengawasan kapal perikanan, dalam pertemuan ini, delegasi Indonesia dan Spanyol juga sepakat akan melakukan pertukaran data Anak Buah Kapal (ABK). Diperkirakan ABK asal Indonesia yang bekerja di Spanyol cukup banyak, baik di kapal berbendara Spanyol maupun di kapal berbendara di negara lain.
"Kami akan coba teliti berapa jumlah ABK asal Indonesia di sini. Nanti data-datanya akan kami berikan ke Indonesia," kata Direktur Jenderal Pengelolaan Perikanan pada Kementerian Pertanian, Lingkungan Hidup, Perikanan, dan Pangan Spanyol Carlos Larranaga Ces.
Koordinator Staf Khusus Satgas 115 Mas Achmad Santosa berfoto bersama Direktur Jenderal Pengelolaan Perikanan Carlos Larranaga Ces (Arifin Asydhad/detikcom) |
Menurut Ota, data ABK asal Indonesia yang bekerja di Spanyol ini sangat diperlukan untuk pemerintah Indonesia. Pemerintah memiliki kepentingan dalam upaya melindungi HAM dan hak-hak mereka.
Selain kerja sama pertukaran data ABK, kata Ota, Spanyol juga tertarik untuk melakukan kerja sama dalam pertukaran informasi terkait investigasi kasus kejahatan transnasional perikanan terorganisir (transnational organized fisheries crime).
Keseluruhan potensi kerja sama ini direncanakan akan dibahas lebih detil oleh Tim Kementerian Perikanan Spanyol dengan KKP RI pada 11 dan 12 Oktober 2016. Pada tanggal itu, Tim Kementerian Perikanan Spanyol juga akan menghadiri mengenai simposium penanganan IIU Fishing di Yogyakarta.
(Baca juga: Menteri Susi Minta Dunia Internasional Serius Tangani Kejahatan Perikanan) (asy/hri)












































Foto: Koordinator Staf Khusus Satgas 115 Mas Achmad Santosa bersama delegasi RI membahas pencegahan dan pemberantasan kejahatan perikanan dengan delegasi Spanyol (Arifin Asydhad/detikcom)
Foto: Koordinator Staf Khusus Satgas 115 Mas Achmad Santosa bersama delegasi RI membahas pencegahan dan pemberantasan kejahatan perikanan dengan delegasi Spanyol (Arifin Asydhad/detikcom)
Foto: Koordinator Staf Khusus Satgas 115 Mas Achmad Santosa memberikan pemaparan (Arifin Asydhad/detikcom)
Koordinator Staf Khusus Satgas 115 Mas Achmad Santosa berfoto bersama Direktur Jenderal Pengelolaan Perikanan Carlos Larranaga Ces (Arifin Asydhad/detikcom)