Sanksi Kemenhub ini setelah terjadi insiden berturut-turut dari maskapai Lion Air dan AirAsia. Khusus untuk Lion Air, insiden bus penumpang salah masuk terminal terjadi setelah Lion Air menerima sanksi Kemenhub yang melarang membuka rute baru selama 6 bulan.
Sanksi melarang membuka rute baru itu karena pilot Lion Air mogok pada 10 Mei 2016 lalu. Mogoknya pilot Lion Air itu menyebabkan delay panjang pada hari itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski demikian, tak urung Kemenhub akhirnya memutuskan memberikan sanksi atas delay panjang itu pada hari yang sama. Kendati permasalahan tersebut sudah selesai, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara akan memberikan sanksi dengan melarang Lion Air membuka rute baru selama 6 bulan ke depan.
"Kita tegur sudah mau membuat surat dan Lion Air dapat dikenakan sanksi sampai dengan pembekuan rute baru selama 6 bulan," tegas Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Suprasetyo saat jumpa pers di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa (10/5/2016).
Keputusan untuk memberikan sanksi tersebut dilakukan karena mempengaruhi pelayanan penerbangan Lion Air di beberapa bandara di Indonesia.
"Itu dari delay managementnya sehingga mempengaruhi pelayanan. Sanksinya berdasarkan PM (Peraturan Menteri) No 89 tahun 2015," ujar Suprasetyo.
Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub telah menyelidiki kasus mogoknya pilot Lion Air. Dari hasil investigasi ditemukan adanya permasalahan internal di manajemen maskapai.
Lion Air sudah kesekian kali mengalami masalah delay atau penundaan penerbangan yang berkepanjangan. Suprasetyo menilai akhir-akhir ini penundaan tersebut mulai diperbaiki pihak manajemen.
"Jadi sudah memberikan informasi kepada kami dan itu akan mereka perbaiki, Lion sudah membuat delay management-nya, mereka sudah memiliki SOP untuk memperbaikinya. Tentang koordinasi sudah bagus. Ini kasus baru saja di internal manajemen, pemerintah tidak bisa ikut campur. Tapi di pelayanan masyarakat, di situ yang kami ikut campur," jelas Suprasetyo.
Manajemen Lion Air diharuskan melakukan peningkatan SDM dan mengikuti SOP. Saat penerbangan delay, pihak maskapai yang bersangkutan harus memberikan alasan yang jelas.
Belum selesai mengenai sanksi larangan membuka rute baru selama 6 bulan itu, terkuak insiden salah terminal yang ternyata terjadi pada hari yang sama, Selasa 10 Mei 2016.
Saat itu bus penumpang Lion Air mengangkut penumpang dari Singapura ke Terminal 1 Bandara Soekarno-Hatta yang untuk domestik, alih-alih ke Terminal 2. Namun kasus itu baru mencuat pada Sabtu 15 Mei malam melalui media sosial. Kemenhub juga baru mengetahui malam itu juga. Rupanya, Lion Air tak langsung melapor ke Kemenhub, dan baru melapor setelah dipanggil pada Senin, 16 Mei 2016.
Imbasnya, ada 16 penumpang yang lolos pemeriksaan Imigrasi. Imigrasi, Bea Cuka dan Lion Air memanggil dan mencari penumpang itu untuk melapor ke Imigrasi.
Sedangkan insiden yang menimpa penumpang AirAsia rute Singapura-Bali terjadi pada 16 Mei 2016 dan mencuat pada 17 Mei 2016. Kali ini sebanyak 47 penumpang penerbangan maskapai AirAsia di Bandara Ngurah Rai, Denpasar, Bali, dari Singapura salah masuk ke terminal domestik.
Kemenhub akhirnya memberikan sanksi kepada dua maskapai itu, yakni pembekuan ground handling Lion Air di Bandara Cengkareng dan ground handling AirAsia di Bandara Ngurah Rai. Surat pembekuan ground handling itu keluar pada Selasa 17 Mei 2016. Pembekuan berlaku 5 hari kerja sejak dikeluarkannya surat, sampai dengan hasil investigasi dinyatakan selesai.
Saat mendapatkan sanksi ini, Lion Air memutuskan untuk melawan kebijakan Kemenhub. Maskapai ini akan mengambil upaya hukum baik pidana maupun perdata terhadap seluruh sanksi yang dijatuhkan.
"Kami akan ambil upaya hukum baik pidana/perdata terhadap seluruh sanksi-sanksi yang dijatuhkan terhadap Lion Air yang dibuat Dirjen Perhubungan Udara yang tidak sesuai dengan peraturan dan undang-undang. Salah satunya keputusan ground handling termasuk memberikan sanksi dan membekukan rute baru," kata Head of Legal Corporate Lion Air Harris Arthur Hedar saat dihubungi detikcom lewat telepon, Rabu (18/5/2016).
Harris mempersoalkan sanksi pelarangan pengajuan rute baru kepada Lion Air. Menurutnya, seharusnya Lion Air diberi peringatan terlebih dahulu.
"Lion Air tidak boleh ajukan rute baru, itu permen (peraturan menteri) dari mana? Harusnya kan ada peringatan-peringatan dulu, ada proseduralnya. Paling tidak pemberitahuan, peringatan. Ini langsung (diberi) sanksi. Kalau salah silakan ditindak, ini malah tindakan dulu baru investigasi," ujarnya.
"Kami akan lawan segala sanksi yang tidak sesuai. Kami siap terima sanksi kalau udah ada investigasi. Ini kita langsung disanksi tanpa investigasi terbuka," protes Harris.
Lion Air akhirnya melaporkan pejabat Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub ke Bareskrim Polri, juga melaporkan pilot-pilotnya yang mogok dan di-grounded untuk dibina. Kemenhub meresponsnya dengan santai. Karena belum memegang dokumen terkait pelaporan Lion Air itu, pihak Kemenhub juga belum menyiapkan langkah-langkah apa yang akan ditempuh nantinya.
Tak cukup dengan melapor ke Bareskrim, pada Selasa (24/5/2016) Lion Air mengadu ke Komisi V DPR untuk mengklarifikasi sanksi dari Kemenhub.
"Kami merasa perlakuan sudah mendekati kesewenang-wenangan dalam konteks kami berbisnis di Indonesia. Satu contoh kami ingin terbang Ambon-Dobo, kemudian izin terbang dicabut setelah kami peroleh. Ada beberapa rute juga yang dicabut seperti contohnya, Pekanbaru-Kerinci, Denpasar-Surabaya dan sebagainya," ujar Direktur Umum Lion Group Edward Sirait di ruang rapat komisi V DPR RI, Senayan, Jakarta.
Komisi V DPR juga sempat mencecar Lion Air mengenai kemampuan manajemen, keseimbangan ekspansi perusahaan dan pengelolaan SDM.
Sehari setelah Lion Air mengadu ke DPR, Kemenhub tak jadi mengenakan pembekuan ground handling yang seharusnya mulai berlaku 25 Mei 2016. Alasannya, proses investigasi telah selesai dan hasilnya telah keluar sebelum masa sanksi berlaku jatuh tempo pada 25 Mei 2016.
Rekomendasi tim investigasi memberikan 30 hari kalender untuk Lion Air dan AirAsia hingga 23 Juni 2016 untuk memperbaiki ground handlingnya. Apabila dalam masa itu tak ada perbaikan ground handling maka izin ground handling akan langsung dicabut.
Lion Air pun mengapresiasi kebijakan Kemenhub ini dan berjanji membuat perbaikan. Namun sampai hari ini, maskapai yang didirikan oleh Rusdi Kirana yang kini juga duduk sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) ini, belum mencabut laporannya terhadap pejabat Kemenhub ke Bareskrim Mabes Polri.
(nwk/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini