Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi menilai ada permasalahan besar yang membelit dunia pendidikan di Indonesia sehingga proses belajar mengajar berjalan tak semestinya.
Permasalahan pertama adalah ketidakkuasaan guru mengendalikan perilaku siswa. Para guru terbelit kondisi psikologis jika mengambil tindakan fisik sebagai langkah terakhir penanganan siswa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal tersebut diperparah dengan kondisi media hiburan yang tak tersaring dengan baik sehingga dengan mudah diakses oleh para siswa. "Ditambah lagi beban akademik yang terlalu berat. Dan kurikulum yang mereka dapat juga terlalu akademisi," bebernya.
Sebagai solusinya Pemkab Purwakarta telah menerapkan beberapa hal yang teknis yang mengatur pendidikan siswa. Hal tersebut menyangkut kurikulum pendidikan yang menganut sistem pendidikan berkarakter berbasis budi pekerti dan budaya.
Selain itu pengawasan yang ketat dan hukuman tegas pun diberlakukan sudah sejak lama. Salah satunya adalah pengurangan dua digit nilai, tidak naik kelas, hingga dikeluarkan atau drop out.
"Ada baiknya kita meniru sistem pendidikan pesantren. Para murid sebelum masuk pesantren ditanya dulu kesanggupannya dan konsekuensinya. Jadi kalau ada masalah ke depan, sudah tahu apa konsekuensinya," tuturnya.
Disinggung soal masa depan anak yang drop out, Dedi mengatakan, hal tersebut sudah menjadi tanggung jawab orang tua. Pasalnya selama proses pendidikan berlangsung pihak sekolah selalu memberikan informasi pada pihak orang tua.
"Atau ke depan kita sedang mengupayakan sekolah untuk anak-anak yang drop out. Mereka nanti disatukan, tapi dengan kurikulum yang jauh berbeda dan guru yang khusus juga. Di sekolah itu kita akan fokus pada bakat agar siswa bisa mengembangkan potensinya. Toh banyak anak drop out tapi sukses di bidangnya," pungkas Dedi. (dra/dra)











































