Diskusi itu digelar di kantor Ombudsman, Jalan HR Rasuna Sahid, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (25/5/2016). Dengan tujuan untuk memperoleh informasi tentang hambatan dan penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak maupun perempuan.
"Penghormatan terhadap perempuan masih jauh. Terutama juga aparat kita, kepolisian misalnya atau negara2 lain, dimana penegakan hukum yangmasih diskrimimatif dan juga pelayanan publik, serta kemampuan memberi dan tampilannya," kata anggota Ombudsman Ninik Rahayu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
LBH Apik menyampaikan salah satu pendapatnya bahwa selama ini klien mereka mengalami kesulitan untuk memproses visum maupun outopsi korban kekerasan seksual. Hambatan yang paling sering terjadi adalah dibebaninya biaya untuk melakukan visum.
"Visum sering menjadi persoalan ketika korban dibebani untuk mebayar visum bahkan saat korban sudah meninggal dan keluarga ingin Otopsi. Hambatan-hambatan ini yang dialami oleh korban-korban kekerasan seksual baik perempuan dan anak," kata anggota LBH Apik.
Menanggapi hal itu, Ombudsman RI menyarankan kepada Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Polri dan Komnas Perlindunhan Perempuan dan Anak, untuk lebih memperhatikan pelayanan yang memberikan perlindungan kepada korban kekerasan seksual anak serta perempuan.
(adf/rvk)











































