Sistem satu atap yang tengah dijalankan MA yang diharapkan membuat pengadilan profesional malah menjadi bumerang terhadap agenda reformasi yang dicita-citakan.
"Kita harus evaluasi. Ketika kita usulkan satu atap di MA, mereka jadi benteng untouchable," kata Eddy.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam praktik, hukum ada tiga yaitu hukum untuk rakyat jelata, hukum untuk penguasa, dan hukum untouchable yaitu yang berlaku bagi penegak hukum," ujar Eddy.
Eddy bercerita pada saat awal reformasi dilakukan penelitian selama 3 tahun terhadap lembaga peradilan di Indonesia. Hasilnya cukup mencengangkan yaitu ada banyaknya titipan dan suap di lembaga yudikatif. Kala itu terpikir untuk mencontoh di luar negeri yang mempensiunkan dini para hakim korup dan merekrut hakim baru.
"Itu pernah kami usulkan tapi cost-nya tinggi," ujar Eddy.
Masalah lain adalah banyak mantan hakim agung yang juga menjadi pengacara. Dengan jabatan baru itu, mantan hakim agung itu kerap menemui hakim yang menangani kasus kliennya sehingga hakim menjadi terpengaruh. Selain itu, sistem mutasi hakim juga menjadi salah satu faktor untuk mempengaruhi independensi hakim.
"Hanya di Indonesia ada pengadilan basah, kering, setengah basah, setengah kering. Jadi ditakut-takuti. Akan dipindah ke PN Maumere, atau PN Puncak, Papua sana," ucap Eddy.
Diskusi ini digelar di kala KPK terus melakukan operasi penangkapan di lembaga peradilan. Berikut daftar tangkapan KPK tahun ini:
13 Februari 2016
KPK menangkap Kasubdit Perdata Mahkamah Agung (MA) Andri Tristianto Sutrisna karena menerima suap Rp 400 juta. Uang itu atas inisiasi terpidana korupsi Ichsan Suaidi dengan kurir pengacara Awang. Dalam persidangan Awang, terungkap dagang perkara Andri dengan staf kepaniteraan MA, Kosidah. Sejumlah nama hakim agung disebut.
20 April 2016
KPK kembali menangkap pejabat pengadilan, kali ini Panitera PN Jakpus Edy Nasution. Dari penangkapan ini, KPK lalu mengembangkan kasus yaitu:
1. Menetapkan tersangka Dody, penyuap Edy.
2. Menggeledah rumah pribadi dan kantor Sekjen MA, Nurhadi. Didapati sejumlah uang, termasuk uang di kloset rumahnya. Nurhadi lalu dicegah ke luar negeri.
3. Memanggil sopir Nurhadi, Royani, sebagai saksi. Tapi dua kali dipanggil, Roy -- demikian ia biasa disapa -- tidak pernah datang tanpa keterangan. Ia kini dicari oleh penyidik KPK.
23 Mei 2016
KPK menggerebek praktik dagang perkara di Pengadilan Tipikor Bengkulu. Mereka yang diamankan yaitu:
1. Hakim tipikor Bengkulu, Janner Purba. Janner juga Ketua PN Kapahiang yang sedang dipromosikan menjadi Ketua PN Kisaran, Sumatera Utara.
2. Hakim Tipikor Bengkulu, Totok.
3. Panitera Pengadilan Tipikor Bengkulu, Badarudin.
4. Terdakwa korupsi Edi Santoni.
5. Terdakwa korupsi Safri Safei.
Kedua terdakwa itu sedianya akan divonis pada Selasa (24/5) tetapi KPK mengendus kesepakatan jahat di antara mereka. Dari penangkapan itu didapati uang Rp 650 juta. (asp/nrl)