Muhammadiyah soal Maraknya Kejahatan Seksual: Harus Ada Langkah Komprehensif

Muhammadiyah soal Maraknya Kejahatan Seksual: Harus Ada Langkah Komprehensif

Bagus Kurniawan - detikNews
Selasa, 24 Mei 2016 17:47 WIB
Presiden Joko Widodo membuka Konvensi Nasional Indonesia Berkemajuan (KNIB) 2016, di Sportorium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) di Tamantirto, Kasihan, Bantul, Senin 23 Mei 2016 (Foto: Istimewa)
Bantul - Muhammadiyah menyatakan keprihatinan atas maraknya kasus kejahatan seksual akhir-akhir ini terutama yang melibatkan anak di bawah umur. Muhammadiyah setuju adanya pemberian sanksi hukuman seberat-beratnya bagi pelaku.

Hal itu diungkapkan Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu'ti, di sela-sela kegiatan Konvensi Nasional Indonesia Berkemajuan (KNIB) di Kampus Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) di Tamantirto, Kasihan Bantul, Selasa (24/5/2016).

"Kejahatan seksual ini terutama yang melibatkan anak bawah umur adalah sesuatu yang memprihatinkan dan darurat, maka harus segera diambil langkah secara komprehensif," kata Abdul Mu'ti.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia menawarkan tiga rekomendasi kepada pemerintah terkait maraknya kejahatan seksual. Pertama, pemberian hukuman yang maksimum bagi pelaku kejahatan seksual berdasarkan Undang-undang.

Kedua lanjut dia, kekerasan seringkali terjadi ketika anak-anak sendiri tanpa pengawasan, perlu adanya upaya preventif untuk anak-anak agar tidak menjadi korban dengan pendampingan orangtua, kesadaran orangtua terhadap perlindungan anak harus ditingkatkan.

Ketiga, perlu adanya regulasi tegas kepada media, karena banyak hal yang ditayangkan media nyaris tanpa sensor. Hal tersebut dapat mendorong fantasi negatif bagi siapa yang menontonnya tanpa mengurangi hak masyarakat untuk mendapat informasi.

Berkaitan dengan hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual, dia menyarankan agar pemerintah tidak terburu-buru mengeluarkan regulasi tersebut. Sebab perlu adanya kajian yang mendalam oleh para ahli atau pakar. Meski hukuman kebiri merupakan sesuatu yang problematik.

"Hukuman kebiri itu problematik. Dari sisi alasannya kenapa dibuat, kalau dibuat dengan Perppu, maka seharusnya itu dibuat karena memang keadaan yang genting dan memaksa dan juga dari sisi HAM," katanya.

Dia menambahkan adanya kebiri tidak menjamin kejahatan seksual akan berhenti karena pelaku bisa melakukan kejahatan dalam bentuk lainnya.

"Memang perlu ada kajian mendalam untuk tidak terburu-buru, apalagi reaktif dan emosional," pungkas dia. (bgs/trw)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads