"Ada ratusan triliun aset aset sitaan dan rampasan itu yang harus diselamatkan. Mulai dalam bentuk barang barang berharga, kayu ilegal loging, uang sitaan, tanah dan bangunan, kapal kapal sitaan, minyak dan gas dan aset aset berharga/bernilai lainnya yang disita atau dirampas sebagai aset negara," kata Dirjen Peraturan Perundangan (PP) Kemenkum HAM Prof Widodo Ekatjahjana dalam pesan BBM yang diterima detikcom, Senin (23/5/2016).
Widodo yang saat ini sedang ada di Jepang menyatakan nantinya pengelolaan benda sitaan dan harta rampasan akan dikelola dalam satu pintu dan satu komando yaitu Rupbasan. Saat ini pengelolaannya tercecer di lebih dari 15 instansi penyidik/penyidik PNS (PPNS).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oleh sebab itu, pihaknya telah mengundang berbagai instansi terkait yang bersentuhan langsung dengan benda sitaan dan benda rampasan di kantor Kemenkum HAM pada Kamis (18/5). Hadir dalam diskusi pembahasan itu di antaranya adalah Kementerian Setneg, Kementerian Keuangan, Kepolisian, Kejaksaan, Mahkamah Agung serta tuan rumah yang diwakili oleh Direktorat Rupbasan Kemenhum HAM dan Direktorat Perancangan Peraturan Perundang-undangan Kemenkum HAM.
Dalam pembahasan tersebut semua kementerian dan lembaga sepakat pentingnya untuk membenahi regulasi tentang tata kelola Rupbasan ini diatur dalam bentuk Rancangan Perpres dan pengaturannya tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
![]() |
Widodo yakin dalam hitungan bulan Perpres itu akan segera selesai dan pengelolaan aset negara itu segera dikelola dalam satu pintu.
"Dalam waktu tiga empat bulan ini, kami optimis hal itu bisa terealisasi," cetus Widodo.
Di tempat terpisah, pakar hukum pidana dari Fakultas Hukun Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Prof Dr Hartiwiningsih mengemukakan pentingnya Pemerintah duduk bersama untuk berkomitmen agar tidak ada lagi sikap ego sektoral dalam mengatur masalah Rupbasan ini. Selama ini pengelolaan yang bersifat sektoral di tiap tiap kementerian maupun lembaga penegak hukum cenderung menyimpang dari ketentuan yang diatur dalam KUHAP.
"Sulit untuk dikoordinasikan walaupun sudah ada Peraturan Bersama yang dibuat oleh Mahkamah Agung, Kementerian Hukum dan HAM, Kepolisian, Kejaksaan dan Kementerian Keuangan pada tahun 2011. Bahkan dengan pola tata kelola yang sangat sektoral itu aspek pengawasan dan upaya penyelamatan aset-aset sitaan dan rampasan itu nyaris tidak ada. Negara dan pihak tersangka atau terdakwa cenderung terus dirugikan dengan berbagai modus penggelapan dan tata kelola penyimpanan yang berjalan di lorong gelap ini," ucap Prof Har. (asp/nrl)












































