BCC adalah satuan tugas terintegrasi sejak dari pengaduan hingga penanganan kasus kekerasan terhadap anak yang melibatkan lintas sektor, baik dari pemerintah daerah, aparat penegak hukum, tokoh masyarakat dan agama, hingga kalangan guru, siswa, dan petugas kesehatan.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengungkapkan, call center dengan nomor 082139374444 bisa digunakan untuk melayani pengaduan dari masyarakat dan bisa di akses setiap waktu. Call center ini langsung terkoneksi dengan lintas sektoral baik Polres Banyuwangi, Kejaksaan, Pengadilan Negeri dan sektor terkait lainnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini sudah darurat dan ini bukan hanya sebagai instruksi bupati tapi jalankan dengan hati. Ini bukan hanya sebagai kekerasan saja tapi juga penyebab-penyebabnya. Laporkan jika ada kekerasan terhadap anak, baik di tetangganya, sekolah, atau di manapun. Untuk kasus kekerasan seksual dan fisik, WhatsApp-nya langsung dikoneksikan di grup yang di dalamnya ada saya, Kapolres, Kepala Kejaksaan, dan Kepala Pengadilan," ujar Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas saat meluncurkan Banyuwangi Children Center, di Hall Hotel Ketapang Indah Banyuwangi, Jumat (20/5/2016).
Kapolres Banyuwangi, AKBP Budi Mulyanto menambahkan, berdasarkan data Kepolisian Resort Banyuwangi dan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), jumlah kasus kekerasan terhadap anak bergerak fluktuatif.
Pada 2013, terdapat 120 kasus, lalu turun menjadi 64 kasus pada 2014, namun pada 2015 meningkat menjadi 102 kasus. Sebanyak 67 persen dari kasus tersebut adalah kekerasan seksual. Hingga Maret 2016, terjadi 27 kasus kekerasan terhadap anak di Banyuwangi. Adapun yang lainnya adalah kekerasan fisik dan sengketa hak asuh.
"Mirisnya, rata-rata pelaku yang terlibat dalam kekerasan seksual masih di usia remaja 18 tahun. Dan mayoritas hanya lulusan SMP dan tidak memiliki latar belakang yang mumpuni," ujar Kapolres.
Pihak Polres juga akan turut serta dalam pemberantasan faktor-faktor pemicu kekerasan seksual. Menurutnya, selain pendidikan yang rendah, pihak Polres Banyuwangi juga akan memperkecil ruang gerak minuman keras, narkoba dan konten porno menjadi faktor pemicu utama.
"Kita perlu memperkecil gerak pemicu negatif, perkuat lingkungan dimulai dari keluarga. Penyebab kekerasan anak yang dikonotasikan seksual itu ada miras dan narkoba. Mabuk dulu baru pelaku punya nyali tinggi. Yang berikutnya, konten porno yang harus ditekan. Ini juga jadi tugas preventif bagi satgas yang akan di lakukan. Kita akan memilah laporan yang betul dan tidak. Konseling di seluruh stake holder yang dibingkai bersama," pungkas Kapolres.
Cara Kerja BCC
Asisten Pembangunan dan Kesra Pemkab Banyuwangi Wiyono menjelaskan, proses pengaduan dari call center 082139374444 langsung masuk ke Pusat Perlindungan Anak terhadap Tindakan Kekerasan (Banyuwangi Children Center). Pengaduan langsung dikoordinasikan dengan P2TP2A dari Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Banyuwangi.
Untuk pengaduan yang masuk bukan dari Call Center, semisal dari sekolah maupun desa/kelurahan, laporannya masuk ke Pusat Informasi dan Konseling (PIK) di Kantor Kecamatan dan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pendidikan yang ada di masing-masing kecamatan. Dari sana, laporan aan diteruskan oleh Banyuwangi Children Center dan P2TP2A.
Lalu langkah yang dilakukan ada dua. Pertama, penegakan hukum dengan melibatkan aparat penegak hukum. Kedua, layanan pendampingan, baik pendampingan kesehatan dengan visum maupun kejiwaan, penanganan kesehatan dan konsultansi psikologi.
"Akan dilihat jenis kasusnya. Apakah perlu ke penegak hukum atau ke pendampingan nonhukum," kata Wiyono.
Pemkab Banyuwangi juga telah menyiapkan "Rumah Aman" bagi anak yang menjadi korban. Alamatnya dirahasiakan demi ketenangan dan keamanan anak-anak yang menjadi korban. Di rumah aman ini mereka akan didampingi, baik untuk pemulihan psikis maupun fisik.
Pemkab Banyuwangi sendiri telah memiliki regulasi tentang perlindungan anak yang tertuang dalam Peraturan Daerah nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan dan Perdagangan Orang. Dalam perda tersebut telah diatur bentuk dan mekanisme pelayanan terhadap korban, standar pelayanan minimal bagi kegiatan perlindungan perempuan dan anak korban kekerasan dan perdagangan orang, dan juga ketentuan pidana yang bisa dikenakan kepada pelaku. (ega/ega)











































