"Mengenai Pak Harto, Gus Dur, itu sudah dua kali dibahas periode lalu. Kesimpulannya saat itu timing belum tepat. Kita enggak tahu tahun ini. Tunggu saja prosesnya," ucap Jimly di XXI Ballroom Djakarta Theatre, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (20/5/2016).
Jimly mengatakan biasanya usulan tersebut resmi disampaikan dari Kementerian Sosial baru dirapatkan di Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Setelah itu baru dirapatkan dan dibahas menyangkut banyak aspek, termasuk masalah timing atau waktu pengumuman.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengenai dorongan Golkar untuk pemberian gelar pahlawan nasional pada The Smiling General, Jumly menyebut hal itu perlu dihargai. Namun dia belum tahu sejauh mana usulan tersebut dilakukan.
"Tapi apa yang diputuskan Golkar perlu dihargai karena itu lah kehendak sebagian masyarakat beri penghargaan tokoh yang diidolakan. Kita harus bangun tradisi, bukan hanya tradisi mengkritik mengecam tapi juga menghargai tokoh-tokoh kita di masa lalu. Tapi kita lihat nanti, kita rapatkan dulu. Saya tidak tahu sampai mana pengusulannya, karena setiap tahun ada proses pengusulan sendiri," kata Jimly.
Mengenai pro kontra yang timbul dari usulan tersebut, Jimly pun mengaku hal itu akan ikut dipertimbangkan. Namun, lanjut Jimly, hal itu berpulang kembali kepada bagaimana sikap pemerintah dalam menanggapi hal tersebut.
"Kita kan niatnya baik daripada keputusan ribut. Para pemimpin perlu turun jelaskan raisonalitas dari keperluan kita bangun tradisi menghargai. Jangan mengecam dendam melulu. Misalnya pelanggaran HAM masa lalu. Pemerintah mau selesaikan tapi masih ada saja yang pelihara dendam. Kita ingin dendam masa lalu diakhiri. Ini satu keperluan yang tidak penting ditanamkan. Selebihnya kita lihat sudah diajukan kembali atau belum. Ini baru statement hasil Munas Golkar," pungkas Jimly. (dhn/dhn)