Dasar pengenaan kontribusi adalah Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 dan Peraturan Daerah nomor 8 tahun 1995. Dalam Keppres dan Perda itu disebut bahwa ada kewajiban sebesar 5 persen dan kontribusi tambahan untuk mengatasi banjir.
"Jadi asalnya itu dari Bappenas, waktu Keppres itu dari Bappenas, ada Perda yang lama juga itu diatur lah ada kewajiban 5 persen, terus ada kontribusi tambahan untuk bantu ngatasi banjir. Cuma angkanya nggak bisa disebu," kata Ahok di Balaikota DKI, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis (19/5/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Barter itu kita sama-sama tukar dapat sesuatu. Jadi misalnya kalau ada peraturan 15 persen, lalu saya kasih izin hilangkan 15 persen, itu saya dapat sesuatu, itu baru bisa dituduhkan barter. Begitu. Ini kan tidak. Saya nambahin 15 persen, nambahin loh. Namanya kontribusi tambahan," kata Ahok.
Menurut Ahok, jika pengembang reklamasi tidak dikenakan kontribusi tambahan, maka Pemprov DKI membutuhkan biaya lagi untuk program mengatasi banjir di Jakarta bagian utara.
"Sekarang saya tanya, kalau saya tidak mau merumuskan angka 15 persen, terus saya tanda tangan, memberikan izin kepada mereka, rugi gak pemda DKI? Kalau rugi bukan barter dong, berarti saya gak barter," tambah Ahok.
Tentang adanya barter tersebut disebutkan oleh M Sanusi melalui pengacaranya, Krisna Murthi, usai mendampingi kliennya diperiksa pada Rabu (11/5/2016) kemarin. Krisna menyebut M Sanusi sempat kaget karena pertanyaan itu sempat terlontar dari penyidik KPK kepada kliennya.
Ahok sendiri menegaskan bahwa barter semacam itu tidak ada. Menurut Ahok, tambahan kontribusi 15 persen penting bagi Pemprov DKI.
(jor/erd)











































