Di awal pemerintahannya, Jokowi kalah kuat dibanding KMP di DPR. Dukungan PDIP, Nasdem, PPP kubu Romahurmuziy, Hanura, dan PKB tak cukup menandingi kekuatan Golkar, Gerindra, PAN, dan PKS, serta Demokrat yang memilih posisi penyeimbang namun sering seiring dengan KMP.
Dalam perjalanannya, konstelasi politik di DPR berubah. Parpol-parpol KMP satu per satu menyeberang masuk ke barisan parpol pendukung pemerintah. Dimulai dari PAN, dikuasainya PPP oleh Romahurmuziy, dan kini Golkar yang resmi mendukung pemerintah, kekuatan koalisi pendukung Jokowi jadi jauh lebih kuat dari KMP.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam hitung-hitungan matematis, koalisi pendukung Jokowi yang terdiri dari PDIP (109 kursi DPR), Golkar (91), PAN (48), PKB (47), PPP (39), Nasdem (36), dan Hanura (16), mendominasi DPR dengan 386 kursi, atau 69% kekuatan DPR. Sedangkan KMP yang menyisakan Gerindra, hanya memiliki 73 kursi atau 13% kekuatan DPR.
Kalaulah PKS yang memiliki 40 kursi dihitung masih jadi bagian KMP, maka koalisi berlambang Garuda Merah itu hanya memiliki 113 kursi, atau 20% kekuatan DPR. Kalah jauh dari PDIP dkk. Taruhlah Partai Demokrat (PD) yang memilih posisi sebagai penyeimbang juga didekatkan dengan KMP, maka tambahan 61 kursi (PD) hanya akan menambah kekuatan KMP jadi 174 kursi atau 31% kekuatan DPR.
Dengan kekuatan besar ini, tentu Pemerintahan Jokowi-JK bisa lebih mulus meloloskan berbagai kebijakan di DPR. Perdebatan panas soal penyertaan modal negara, yang sempat ramai saat membahas APBN 2016, diprediksi tak akan terjadi. Tentu dengan catatan, koalisi pendukung Jokowi-JK kompak. (tor/nrl)











































