"Kalau perjanjian itu kan kamu suka sama suka, berarti kuat dong. Kerjasama bisnis kok," kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (13/5/2016).
Dengan perjanjian tersebut, Pemprov DKI Jakarta memiliki kewenangan untuk meminta kontribusi tambahan kepada para pengembang. Sebab selama ini tidak ada Perda yang memayungi kewenangan Pemprov untuk menarik kontribusi tambahan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ahok menegaskan, tak ada yang salah dengan perjanjian kerjasama tersebut karena tidak ada unsur pemaksaan. Sementara bagi perusahaan yang tak sepakat, Ahok tetap tak dapat memaksa mereka mengikuti keinginan Pemprov DKI.
"Coba lihat yang enggak mau setuju dengan saya, saya terbitkan saya sambungin enggak? Enggak. Bahkan yang sudah ada perjanjian saya suruh lelang dulu," katanya.
Belakangan, Ahok berniat memasukkan besaran 15 persen kewajiban tambahan kontribusi ke dalam Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. Namun akhirnya DPRD DKI menolak untuk melanjutkan pembahasan Raperda itu, seiring kasus suap yang menjerat petingginya, Mohammad Sanusi.
Ahok mengatakan, langkah membuat perjanjian preman itu adalah demi kesejahteraan masyarakat Jakarta. Sehingga megaproyek reklamasi bernilai fantastis itu juga bermanfaat luas bagi masyarakat kebanyakan.
"Kalau dibilang saya melakukan sesuatu yang agak aneh, memang. Enggak ada kepala daerah yang berpikir kayak saya. Karena untuk kepentingan DKI, bukan pribadi loh. Makanya saya (DKI Jakarta) ngomong terus bisa kaya raya kalau mau main ini (menarik kewajiban perusahaan swasta)," tutur Ahok. (kff/mad)











































