Dugaan Kunker Fiktif Anggota DPR dan Minimnya UU yang Dihasilkan

Dugaan Kunker Fiktif Anggota DPR dan Minimnya UU yang Dihasilkan

Indah Mutiara Kami, Erwin Dariyanto - detikNews
Jumat, 13 Mei 2016 15:48 WIB
DPR menggelar paripurna penutupan masa sidang IV Tahun Sidang 2015-2016 di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (29/4/2016). (Foto: Lamhot Aritonang/detikcom)
Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat kembali diterpa isu tak sedap yakni dugaan adanya kunjungan kerja (kunker) fiktif oleh anggotanya. Akibat kunker fiktif ini, menurut Badan Pemeriksa Keuangan negara berpotensi dirugikan sebesar Rp 945 miliar.

Wakil Ketua Badan Urusan Rumah Tangga DPR Dimyati Natakusuma yakin tak ada anggota legislatif yang melakukan kunker fiktif. Yang ada, kata dia, anggota DPR malas membuat laporan pertanggungjawaban penggunaan dana kunker.

"Ada yang kadang-kadang malas (melaporkan). Ambil duitnya mau, melaporkannya tidak mau. Ada yang malas juga mempertanggungjawabkan," kata Dimyati saat dihubungi, Kamis (12/5/2016) malam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jika benar yang dikatakan Dimyati, maka satu lagi 'penyakit' anggota DPR RI adalah: malas membuat laporan pertanggungjawaban. Masalah lainnya yang sering menjangkiti "wakil rakyat" adalah kehadiran rapat yang minim, tertidur saat rapat atau berantem di tengah rapat. 

Sebandingkah sederet masalah itu dengan prestasi anggota DPR?

Pada Jumat, 29 April 2016 lalu DPR menggelar rapat paripurna penutupan masa sidang IV tahun 2015-2016. Hanya ada satu agenda dalam paripurna itu yakni pemberian persetujuan keputusan fit and proper test tentang penunjukan Kantor Akuntan Publik untuk pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan di Komisi XI DPR RI.

"Hanya itu agenda pengambilan keputusannya, minta persetujuan dalam rapat paripurna yang sebelumnya sudah dibahas di Komisi XI," kata Ketua DPR Ade Komarudin kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, saat itu.

Tak ada satu pun undang-undang yang dihasilkan oleh anggota DPR di masa sidang IV 2015-2016. Dua rancangan undang-undang yakni RUU Tax Amnesty alias pengampunan pajak dan RUU Pilkada yang dijadwalkan selesai di masa sidang IV 2015-2016 nyatanya molor.

Ade Komarudin beralasan pendeknya waktu menyebabkan Komisi XI yang membidangi masalah keuangan tak bisa menyelesaikan pembahasan RUU Tax Amnensty. Komisi II DPR yang membidangi pemerintahan juga tak bisa menyelesaikan pembahasan RUU Pilkada. "Waktunya pendek, jadi enggak ada undang-undang yang disahkan," kata Ade yang juga politikus Golkar itu.

Produktivitas legislasi DPR yang rendah selama ini memang menjadi sorotan. Pada 2015 misalnya, setelah satu tahun bekerja hanya 3 UU dari 39 RUU yang diselesaikan. (erd/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads