"Petani dan wong cilik yang menerima akibatnya. Kemiskinan menjadikan genjer menjadi banyak yang makan. Karena banyak yang makan, genjer menjadi semakin populer. Banyak orang di Banyuwangi dan daerah lain yang bercerita tentang oseng-oseng genjer," tulis Budi Susanto, dalam buku 'Penyambung Suara Lidah Rakyat' terbitan Kanisius Yogyakarta tahun 2008 seperti dikutip detikcom, Kamis (12/5/2016).
Terkait: Kapolri: Pakai Atribut Palu Arit dan Nyanyikan Genjer-genjer Bisa Ditangkap
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Genjer-genjer semakin populer, ia mulai bermunculan dan diputarkan dalam acara kesenian dusun, arisan, mantenan," tulis Budi lagi.
Lagu rakyat yang populer itu kemudian diadopsi PKI. Di acara rapat-rapat dan pertemuan lagu itu dipakai PKI sebagai propaganda rakyat miskin melawan kemapanan.
"Namun selang tak berapa lama, Genjer-genjer mendadak membahana di acara politik," kembali Budi menuliskan.
"Para petani yang menjual genjer mulai mengalami kerugian. Mereka dituduh ikut terlibat golongan merah. Banyak yang membeli genjer untuk kemudian dibuang dan kembali dijadikan seperti fungsinya semula yaitu sebagai pakan ternak,"Β tulis Budi. (dra/dra)











































