"Dalam pengawasan tidak berarti terjadi sesuatu yang paranoid. Artinya segala sesuatu diawasi yang tidak diketahui ujung pangkalnya. Manfaatnya tetap harus ada, tapi jangaan sampai lengah pengawasannya, misal untuk kriminal dan terorisme," ujar Menristek Dikti M Nasir di Hotel Bidakara, Jl Gatot Subroto, Kamis (12/5/2016).
Sementara Deputi Perizinan dan Inspeksi Bapeten Khoirul Huda menyebut pemanfaatan nuklir untuk terorisme telah terjadi. Ia mencontohkan suatu peristiwa penyalahgunaan zat radioaktif.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Atas peristiwa tersebut dan isu hangat di masyarakat global, di Istana Merdeka akan dipasang suatu alat Radiation Portal Monitor (RPM) untuk mendeteksi zat radioaktif dan bahan nuklir. Sekitar 200 paspampres telah dilatih untuk menggunakan RPM itu. RPM ini rencananya akan dipasang tahun ini oleh Bapeten, selain itu ada system early warning untuk memantau zat radioaktif di sekitsr istana.
Sedangkan, kepala Bapeten Jazi mengungkap bahwa pihaknya telah menggunakan sistem Radiation Portal Monitor (RPM) untuk mendeteksi adanya zat radioaktif dan bahan nuklir yang berizin sebelum masuk ke wilayah Indonesia. Bapeten juga mengimbau daerah vital lainnya agar memakai sistem RPM ini. Meski begitu, pemasangan RPM ini masih memerlukan kordinasi kementerian dan lembaga nasional.
RPM akan berbentuk portal yang dapat dilewati truk di mana data RPM itu terhubung langsung dengan Bapeten. RPM ini telah di tempatkan 7 pelabuhan Indonesia, yakni Belawan - Sumut, Bitung- Sulut, Soekarno Hatta- Makassar, Tanjung Priok-Jakut, Tanjung Perak - Surabaya, dan Batu Ampar - Batam.
Jazi menambahkan bahwa Bapeten mengantisipasi adanya ancaman dari penyalahgunaan zat radioaktif dan bahan nuklir yang melanggar ketentuan. Hal itu agar masyarakat tidak terdampak radiasi.
"Tugasnya untuk mengawasi penggunaan nuklir dan melindungi masyarakat untuk mengawasi radiasi masyarakat dari dampak radiasi," kata Jazi. (rvk/rvk)