Dalam beberapa kasus, anak-anak tidak hanya menjadi korban, tetapi juga sebagai pelakunya. Seperti yang terjadi pada seorang bocah SD berusia 8 tahun yang dibunuh oleh A (17), siswi SMK di Panongan, Kabupaten Tangerang pada Senin (9/5) lalu. Korban dibunuh dengan cara didorong ke kolam air sedalam 4 meter hingga tenggelam hanya karena korban pernah mengebutnya 'cabe-cabean'.
Lalu bagaimana pihak Kepolisian Daerah Metro Jaya mengantisipasi permasalahan tersebut?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di PPA ini, lanjut dia, polisi punya cara khusus dalam memperlakukan anak-anak sebagai korban, saksi atau pelaku.
"Di situ ada aturan mainnya manakala anak berhadapan dengan hukum (dalam posisi) sebagai korban, saksi atau pelaku," imbuhnya.
Dalam aspek tataran preemtif dan preventiv sebagai upaya pencegahan dan penangkalan, hal itu tidak hanya meluku urusan polisi. Tetapi ada instansi lain yang memiliki peran dalam upaya pencegahan tersebut.
"Dalam aspek pencegahan dan menangkal itu kita harus sinergi dengan institusi lain tidak bisa hanya pada tataran kepolisian saja. Artinya bersama-sama," katanya.
Polda Metro Jaya sendiri punya Bhabinkamtibmas yang bersentuhan langsung dengan masyarakat yang sekaligus berfungsi melakukan sosialisasi kepada masyarakat.
"Bagian penegakan hukum ya harus lakukan penegakan hukum secara tepat dan benar. Tetapi dalam hal mencegah dan menangkal, harus ada sinergitas dari Pemda, polisi san instansi lainnya," tutupnya. (mei/rvk)











































