"Sedikitnya ada 35 orang hakim, panitera atau pegawai pengadilan yang terserat kasus korupsi sejak KPK berdiri. Jika dilihat lebih jauh praktik korupsi ditubuh pengadilan maka dapat disimpulkan bahwa setiap orang berpotensi melakukan praktik korupsi," kata pegiat KKP Miko Ginting dalam siaran pers yang diterima detikcom, Selasa (10/5/2016).
Kasus Andri Tristianto menunjukkan sekali pun yang bersangkutan tak memiliki kewenangan terkait perkara tapi praktik korupsi masih bisa dilakukan. Dalam kasus Andri perkara yang menjadi permasalahan merupakan kasus dalam ranah pidana khusus, di mana bukan tugas pokok dan fungsi kewenangan Andri sebagai pegawai MA.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan penelitian UKP4, ada lima modus yang kerap terjadi di dalam lingkup pengadilan. Yaitu:
1. Prapersidangan
Calo perkara membangun hubungan baik dengan hakim/pegawai pengadilan dengan memberikan hadiah atau fasilitas. Bertujuan menciptakan hutang budi ketika berperkara.
2. Pendaftaran perkara
Adanya pungutan liar di luar ketentuan saat pendaftaran perkara, menawarkan penggunaan jasa advokat tertentu dengan tujuan mempercepat atau memperlambat pemeriksaan perkara.
3. Penetapan Majelis Hakim
Calo perkara meminta pihak tertentu untuk mengatur majelis hakim.
4. Proses persidangan
Rekayasa persidangan, mengatur saksi atau barang bukti hingga putusan pengadilan.
5. Minutasi Putusan
Pungutan liar guna mempercepat atau memperlambat minutasi putusan.
"Kami mendesak MA agar bekerjasama dengan KPK dan KY dalam memetakan modus praktik suap di lembaga peradilan, dan menyusun langkah pencegahannya," cetus Miko. (asp/rvk)











































