"Ini kan produk hukum yang sedang dipersiapkan, direncanakan dengan berawal dari Perppu," kata Kadiv Humas Polri Brigjen Boy Rafli Amar di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (10/5/2016).
Oleh karena itu, lanjut Boy, segala sesuatu terkait sanksi hukum atau langkah hukum ditempuh untuk meminimalisir dan memberikan efek jera kepada para pelaku. "Ini sedang kita persiapkan, semua sedang dibahas melalui pihak terkait. Oleh karena itu, kita harus menunggu sampai dinyatakan berlaku dalam proses penegakan hukum di negara kita," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ditanya apakah menurut Polri hukuman kebiri ini pantas ditetapkan di Indonesia,Β Boy menegaskan bahwa Kepolisian marupakan unsur pelaksana hukum. "Produk hukum ada sistem dan mekanisme yang ditempuh. Apabila proses mekanisme lahirnya hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku di negara kita, tentu kepolisian akan melaksanakan keputusan negara dalam mewujudkan hukum," urainya.
Wacana kebiri sudah menyeruak sejak tahun lalu seiring maraknya kasus kekerasan seksual pda anak. Pembahasan lintas kementerian untuk mematangkan hukuman kebiri dilakukan setelah Presiden Joko Widodo menggelar rapat di Istana pada 20 Oktober 2015 bersama sejumlah menteri. Jokowi menegaskan setuju memberikan hukuman tambahan untuk para pelaku kejahatan seksual terhadap anak dengan melakukan kebiri kimia.
Sejumlah negara telah menerapkan kebiri kimia ini seperti Jerman dan Korsel. Di Korsel, pelaku yang sudah menjalani hukuman penjara, tetap mendapat hukuman suntikan kebiri setiap 3 bulan sekali selama 3 tahun. Suntikan ini untuk mengurangi hasrat seksualnya dengan memanipulasi hormonnya. Pelaku juga terancam kembali dipenjara atau dikenai denda berat jika dia menolak suntikan tersebut atau meminum obat-obatan yang memiliki kemiripin efek dengan suntikan. (aan/nrl)











































