"Warga telah menguasai fisik lahan dari tahun 1955. Warga minta penjelasan kenapa dikeluarkan SP-1 dan menggusur masyarakat," ujar Eka Prasetyo, Kuasa Hukum warga Jl Lauser kepada wartawan usai rapat dengan Komisi A di kantor DPRD DKI, Jl Kebon Sirih, Jakpus, Senin (9/5/2016).
Eka mengungkapkan, warga menyambut baik respons Komisi A untuk menghentikan sementara SP-1 tersebut sebelum status tanah yang disengketakan ini terang benderang. "Tuntutan warga mau tetap di situ, hidup di situ dan meminta pemprov untuk tak ikut campur. Komisi A sebagai representasi meminta Wali Kota yang mediasi. Kita lihat saja nanti," jelas dia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Negara bilang siapa yang paling punya hak? Kalo PAM Jaya, dia enggak apa-apain di sana. Kalau dia punya sertifikat kenapa enggak diolah tanahnya? Di SP bilangnya (kepemilikan) dari tahun 2012. Jadi sangat aneh tiba-tiba bisa keluar sertifikat dan anehnya Pemprov bisa kasih SP 1," kata Eko.
Eko juga mengatakan pada tahun 1980-an warga sempat berusaha untuk membuat sertifikat melalui Prona. "Namun memang karena ketidaktahuan mereka, akhirnya (pembuatan sertifikat) kolektif ke perwakilan masyarakat. Tapi enggak jadi, setelah itu putus sampai sekarang," jelasnya.
Eko juga menegaskan bahwa warga tidak ingin uang kerohiman. Warga hanya meminta pemerintah tidak melakukan intimidasi dan menyatakan kejelasan status kepemilikan tanah tersebut.
"Warga minta peradaban yang mereka bangun itu dihargai, jelas dulu statusnya mana. Kami mau proses intimidasi dihentikan sampai status tanah yang berhak siapa itu jelas. Kalau memang itu haknya masyarakat ya ngomong ke warga," tutup Eko.
![]() |
Seperti diberitakan sebelumnya, dalam SP-1 Wali Kota Jakarta Selatan Tri Kurniadi tertulis warga Jalan Lauser Nomor 1 RT 8 RW 8 menempati lahan di atas sertifikat HGB nomor 1621/Gunung seluas 2.084 m2 atas nama Perusahaan Daerah Air Minum Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta (PAM Jaya) pada 24 Agustus 2012. Surat tersebut ditembuskan kepada Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
![]() |
Pihak Wali Kota Jakarta Selatan juga telah mengundang warga untuk sosialisasi pada 6 April 2016 di Kantor Kelurahan Gunung dan 15 April 2016 di Kantor Kecamatan Kebayoran Baru. Namun warga tidak datang.
Warga Lauser diminta mengosongkan sendiri tanah dan membongkar bangunan yang didirikan tanpa izin dalam jangka waktu 7x24 jam terhitung sejak dikeluarkannya SP-1 tersebut. Apabila warga tidak melaksanakannya maka Tim Penertiban Terpadu Tingkat Kota Administrasi Jakarta Selatan akan mengosongkan tanah dan membongkar bangunan. Β
Warga mengaku telah mendengar kabar akan adanya surat peringatan kedua atau SP2. Saat ini warga memalang 3 pintu masuk akses yang mengarah ke lahan yang mereka huni dengan besi dan gembok. (rni/aws)













































