Ketika Terjadi Defisit Wisatawan

Anyonghaseo (16)

Ketika Terjadi Defisit Wisatawan

M Aji Surya - detikNews
Selasa, 03 Mei 2016 17:59 WIB
Ketika Terjadi Defisit Wisatawan
Foto: Istimewa
Seoul - Anyonghaseo. Perlombaan untuk menarik turis manca negara sudah seperti balapan F1 saja. Konsep bebas visa diterapkan oleh mayoritas negara di dunia. Siapa pemenangnya tidak tergantung apa yang ditawarkan, namun bagaimana cara menawarkan. Mengapa kita kalah dengan Korsel?

Pertama kali saya mengeksplor Korea Selatan, saya dibuat kaget bukan main. Negeri yang mayoritas daratannya disesaki perbukitan ini tampak biasa-biasa saja. Nothing special. Tidak ada yang bikin saya harus bilang wow. Alamnya tidak seperti Raja Ampat, budaya lamanya tidak setinggi China. Kalau hanya soal gedung tinggi dan infrastruktur yang mulus, gampang ditemui di mana saja. Istilah saya, negeri ginseng adalah negeri middle-up.

Yang membuat penasaran adalah, apa faktor terbesar yang membuat Korsel begitu mendunia. Yang membuat orang melongo dan tertarik datang untuk melancong. Yang menjadikan bangsa yang masih terbelah ini magnet kehidupan bangsa-bangsa lain di dunia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Promosi wisata Indonesia di Korea (Foto: M Aji Surya/detikcom)

Dalam kancah dunia pariwisata, ternyata warga Indonesia boleh dibilang gandrung pada negeri ginseng. Pada periode Januari-Maret 2016 misalnya, tercatat orang Indonesia yang masuk ke Korsel mencapai 51.121 orang. Jumlah ini melonjak tajam dibanding periode yang sama tahun sebelumnya pada kisaran 28,2 persen. Prosentase kenaikan kunjungan WNI ini memang fantastis dan melebihi dari negara lain. Dengan perhitungan kasar, maka diperkirakan terdapat 600 ribu orang Indonesia yang bertandang ke Korsel tahun ini.

Angka ini menjadi menarik karena kunjungan orang Korea Selatan ke Indonesia memiliki animo yang relatif lebih kecil. Pertumbuhan tahunannya hanya kisaran 3 sekian persen. Kalau tahun lalu jumlah wisatawan Korsel yg datang ke Indonesia pada kisaran 340 ribu, maka target tahun ini sebesar 400 ribu.

Hitung punya hitung, Indonesia mengalami defisit angka wisman dari Korsel sekitar 220-an ribu per tahun. Bisa jadi, dengan angka tersebut, orang Indonesia lebih banyak "menghamburkan" uangnya ke Korsel dibanding Warga Negeri Ginseng di Indonesia.

Restoran Indonesia di Korea (Foto: M Aji Surya/detikcom)

Permasalahannya adalah, Indonesia jauh lebih indah dari Korsel dari banyak sisi, mulai alam hingga budaya. Orang Indonesia sangat lebih ramah dibandingkan masyarakat negeri manapun. Indonesia adalah negeri setengah surga. Namun mengapa terjadi defisit wisata yang begitu besar?

Korea Selatan yang bangun dan tumbuh hanya berbeda dua hari dari Indonesia itu ternyata mampu membuat paket public relations yang yahud untuk wisata negaranya. Manakala ekonomi mencapai tahap makmur, paket modern tentang budaya pop mulai dikoar-koarkan. Selain lagu, mereka juga menduniakan film dan cerita pendek untuk teve. Artis-artisnya juga terus dikibar-kibarkan agar memenuhi selera internasional. Semua tentang Korea kemudian terasa cantik, Indah dan menawan. Kesan itu merasuk secara perlahan di benak banyak orang.

Kalau mau tahu, Pemerintah Korea memiliki anggaran berjibun untuk mengerek Kpop. Seorang warga Korea yang mulai pintar menulis misalnya, maka Pemerintah akan memberikan sumbangan untuk tinggal di apartemen mewah dan hanya menulis dan menulis. Demikian juga sutradara, pelukis dan lainnya.

Wisata kuliner di Korea (Foto: M Aji Surya/detikcom)

Jadi, Ketika melakukan penetrasi budaya, konsep yang dibangun harus matang sesuai kaidah-kaidah ilmu pengetahuan modern serta menyelami kesukaan banyak orang. Bukan sekedar melakukan promosi semata. Indonesia yang merupakan bangsa besar, semestinya konsep penetrasi budaya melalui pop culture-nya juga harus canggih dan terencana secara matang serta berkesinambungan.

Kegiatan promosi wisata Indonesia di Korea tahun ini yang akan dilakukan sebanyak 6 kali merupakan sebuah upaya yang layak diacungi jempol. Namun, grand design to win the mind of Korean people secara umum mesti dibangun sehingga apa yang dilakukan Kementerian Pariwisata tidak menguap atau hanya sedikit membekas. (try/try)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads