Kedua orang tua Restu Bayu Permana (12) mengaku bangga dengan prestasi anak bungsunya. Rupanya sang ibu, Suharyati (42), sudah melihat bakat anaknya sejak usia balita.
"Sebelum TK (Restu) sudah pinter nari, saya enggak pernah merasa ngajarin. Dia autodidak, (belajar) narinya dia lihat di kaset thok. Cuma memang sering diajak lihat pentas," kata Suharyati saat ditemui detikcom di kediamannya, Dusun Bangunrejo, Desa Alas Malang, Banyuwangi, Minggu (1/5/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Keduanya mengaku tidak pernah mengajari Restu kecil untuk belajar kesenian daerah. Anak bungsu dari dua bersaudara itu memang berbakat dan mandiri.
"Dia nggendhang bisa, ngempul bisa, drama osing bisa, nari bisa bahkan make up juga bisa sendiri. Dia apa aja maunya sendiri, mainan enggak mau dibikinin ayahnya tapi bikin sendiri," sambung Suharyati.
Dengan beragam keahlian seni itu pantaslah bila Restu dijuluki penari cilik multi talenta. Sang ayah, Rohili, turut memuji anaknya. Menurutnya Restu bisa sangat bersemangat ketika sudah tampil dan penuh totalitas.
"Kalau dibilang dia itu sudah mental cor atau rai gedheg (tidak ada malu), enggak peduli pejabat atau bukan dia tetep pede. Kalau ramai penontonnya makin jadi," ujar Rohili yang pernah menjadi aktor terbaik Pemain Janger di Banyuwangi tahun 2000 ini.
![]() |
Meski belum lulus, Restu yang kini duduk di kelas 6 SD itu pun sudah mendapat tawaran untuk masuk ke sekolah SMP dan SMA. Hal itu karena prestasinya yang sudah diakui.
"Rejekinya (anaknya), arahnya memang ke sekolah seni. Sudah diminta STKI Surabaya dan SMP N 1 Singojuruh. Katanya diincer karena sudah punya sertifikat (seni)," ujar Suharyati bangga.
Keduanya mengaku mendukung Restu untuk teguh dalam dunia seni. Nasihat agar rendah hati dan semangat selalu disampaikan kepada Restu.
"Kalau saya menganjurkan dia kalau kamu seneng kesenian jadilah pelaku seni jangan asal main aja. Kalau jadi pelaku kan ada sangunya untuk pulang tapi jangan jual mahal karena setiap kesenian kan beda-beda budgetnya," papar Suharyati.
![]() |
Meski mendukung anaknya aktif di kesenian, Suharyati, tak menampik jika honor yang diterimanya ketika pentas sangat minim. Dia bercerita mengambil sambilan sebagai guru tari dan membuat baju serta perlengkapan gandrung bersama suaminya untuk menyambung hidup.
Keahlian itu pun didapatkannya karena mereka tak punya biaya membeli perlengkapan menari sehingga berkreasi membuat sendiri.
"Kalau hasil pentas larinya ke urusan perut. Makanya saya terjun di gini (pakaian gandrung) di saat job sepi bisa fokus ke sini," sambungnya.
Suharyati menjelaskan dia mengapresiasi langkah Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi yang menghidupkan kesenian daerah. Sayangnya dia merasa belum ada pemerataan grup yang tampil dalam pagelaran yang diadakan oleh Pemkab.
"Belum ada pemerataan, enggak tahu ya kalau sama Dinas Pariwisata itu gimana mengundinya. Kalau main dengan Dinas kadang malah dapat upah lebih sedikit dibanding main sama grup kecil. Saya enggak paham hitungannya manggung di luar kota kalau sama Dinas, soalnya kalau dihitung-hitung biayanya enggak menghargai pelaku seni daerahnya," keluh Suharyati.
Suharyati berharap agar Pemkab memberikan kesempatan manggung yang rata untuk setiap kelompok. Dia pun memiliki harapan agar teman-teman yang aktif berkesenian khas Banyuwangi bisa sejahtera.
"Kalau seperti saya ini kasihan juga dengan temen yang lain. Kadang dibayar enggak menghargai kami sebagai pelaku seni, saya sih masih beruntung dapat tambahan dari bikin baju dan sambilan tari," ujarnya kelu.
Hal yang sama diungkapkan partner menari Restu, Mamet. Berbagai inovasi dalam berkreasi pun dilakukannya untuk mengenalkan budaya khas Banyuwangi.
"Bangga karena dia masih kecil tapi pintar menari. Kenapa saya sampai bikin jaran goyang humor ya biar tarian itu mudah dipahami anak-anak. Meski ada humornya, di awal saya selalu menampilkan prokemnya, kalau Restu sudah menari baru kita mulai humornya. Alhamdulilah disenangi anak-anak," bebernya. (ams/dhn)