Sore mulai menjelang petang ketika detikcom menyambangi sebuah rumah sederhana di Desa Alas Malang, kampung budaya kebo-keboan berasal. Ketika tiba di rumah sekaligus sanggar Restu Kencana ini terlihat kental suasana budaya Banyuwangi. Susunan omprog (mahkota penari) dan ornamen tari berjejer memenuhi lemari dan sudut-sudut ruang rumah berukuran 7x8 meter ini.
![]() |
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bocah berparas manis putra kedua Suharyati (42) dan Rohili Iswanto (50) ini mendadak berwajah sangar saat bangkeman (penutup mulut khas saat menari jaranan buto) dan sunguan (penutup kepala mirip kerbau lengkap dengan tanduknya) ia pasang. Dengan kostum dominan merah dan hitam itu ia tak canggung berpose layaknya buto (raksasa) berwajah sangar.
Ia mengaku, kepiawannya dalam bersolek dan menari itu Restu pelajari secara mandiri. Baik lewat pertunjukan yang sering ia datangi bersama orang tuanya atau melewati video yang diputar melalui perangkat elektronik.
"Rias sendiri, menari juga nggak ada yang ngajarin. Liat waktu ibu bapak manggung. Atau kalau nggak biasanya lihat dari video seni itu," ujar Restu pada detikcom ketika ditemui di rumahnya Dusun Bangunrejo RT 1 RW 2 Desa Alasmalang, Kecamatan Singojuruh, Banyuwangi, Minggu (1/5/2016).
Wajar jika Restu terlihat lihai merias diri dan menari, lantaran bakat seni mengalir kental dari moyang leluhurnya. Ia adalah generasi ketiga dari sanggar tari yang di naungi oleh orang tuanya saat ini. Belum lagi profesi penari janger memang sudah kerap ia lakoni sejak usia 4 tahun.
Bocah yang beranjak remaja itu pun ngotot ingin terus melestarikan kesenian budaya Banyuwangi. Cita-citanya benar kuat menjadi seniman senior. Penari multi talenta itu juga dengan tegas akan menularkan pakem adat using dan menyalurkan hobby melukisnya pada kawan-kawannya.
"Mau jadi pemain senior, ya nyanyi, nari dan melukis. Biar aktif lagi budayanya using ini dan melestarikan. Banyak disenangi orang, kalau manggung orang juga senang," bangga bocah kelahiran 26 Oktober 2004 lalu tersebut.
![]() |
Meski aktif manggung janger, Restu tak pernah lupa kewajiban utamanya sebagai pelajar. Lewat kesenian yang ia tekuni itu juga seringkali ia mewakili Banyuwangi dan sekolahnya untuk manggung di beberapa kota seperti Taman Budaya Surabaya, Jakarta dan beberapa kota besar lainnya. Selain bisa melestarikan budaya, Restu juga senang sebab usai menari ia selalu disawer oleh sanggar tari yang memboyongnya manggung. Setiap kali pentas, ia diberi upah senilai Rp 65 ribu hingga Rp 150 ribu. Lembar-lembar rupiah yang ia dapatkan, Restu kumpulkan lagi dan ia pergunakan untuk membeli perlengkapan tari.
"Seneng juga karena bisa menghasilkan uang. Ya dikumpulkan buat beli perlengkapan alat kesenian lagi," imbuh Restu sambil tersenyum.
Sambil berbenah kostum, Restu merapikan beberapa pernik asesoris miliknya, seperti, cakepan, kaci, ebog dan sopak. Sambil dandan ia juga menceritakan kebanggannya ketika Restu dipercaya melatih tari bagi kawan sebayanya. Tiap sore di hari Senin-Sabtu, sekitar 5-6 orang kawannya mulai dari usia 5 hingga 12 tahun selalu hadir di pelataran rumahnya dan berlatih tari janger. Meski kadang geregetan lantaran kawannya tak bisa diatur, Restu mengaku tetap harus telaten mengajari teman-temannya hingga mereka mahir gerakan menari.
"Kalau sore ngajarin tari jaranan, tari rampak celeng, tari gebyar barong. Ya sulit juga, kadang teman-teman ngga bisa di atur. Aras-arasen iku og, koyok males latihan (tidak bersemangat itu mereka, seperti malas latihan). Ya saya tegur saja bilang, ayo ta lare hang bener latihane (ayolah teman yang bagus latihannya). Setelah itu ya semangat lagi," tutur bocah kelas V SDN 1 Alas Malang tersebut.
![]() |
Lalu apa yang ingin Restu wujudkan dalam waktu dekat?
Dengan polos ia berkata jika ingin manggung di Pendopo Sabha Swagata Blambangan. Ia ingin menunjukkan bakatnya langsung di rumah dinasΒ Bupati Banyuwangi tersebut. Selain itu ia berpesan agar seni budaya Banyuwangi harus mampu berjaya di kotanya sendiri. Tak hanya itu, kesejahteraan para seniman juga bisa meningkat seiring gegap gempitanya festival budaya di kota gandrung tersebut.
"Kalau nari di depan Bupati sudah sering, tapi pengen nari di Pendopo. Saya ingin seniman bisa maju dan bisa banyak uang," tandas Restu dengan polos.
(dha/dha)