"Sikap DPR dan pemerintah yang baru-baru ini mengundur pembahasan RUU Pilkada menunjukkan lemahnya komitmen pembuat undang-undang. Pengunduran itu berpotensi mengacaukan agenda pilkada 2017," ujar peneliti Jaringan Pendidikan Pemilu untuk Rakyat (JPPR), Masykuruddin Hafidz dalam pesan singkat Sabtu (30/4/2016).
Menurutnya, keberadaan reses sebagai salah satu alasan untuk memundurkan pembahasan revisi UU Pilkada tidak relevan, mengingat Pasal 52 Peraturan DPR RI tentang Tata Tertib DPR mengatur bahwa masa reses dapat digunakan untuk tetap mengadakan rapat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Tak Ada RUU Selesai di Masa Sidang IV, Ketua DPR: Berlanjut di Sidang Berikutnya
Padahal, banyak permasalahan yang terjadi pada pilkada 2015 lalu yang bersumber dari UU Pilkada, yang tidak secara komprehensif mengatur dan mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Misalnya, pengaturan mengenai calon tunggal, politik uang, dan kepesertaan partai politik yang bersengketa.
"Karena itu, perubahan terhadap UU Pilkada mutlak diperlukan. Agenda perubahan UU tersebut haruslah dilaksanakan secepat mungkin, mengingat tahapan pilkada serentak 2017 akan dimulai pada Mei dan Juni 2016," terang Masykuruddin.
Belum lagi, perlu dipertimbangkan pula bahwa pelaksana pemilu harus membuat atau menyesuaikan peraturan pelaksana dari perubahan UU tersebut. Dengan demikian, DPR dan pemerintah seharusnya memaksimalkan waktu tersisa untuk fokus melakukan perubahan UU tersebut.
"Kami mendorong DPR dan pemerintah untuk segera melanjutkan pembahasan (dalam masa reses) agar pelaksanaan pilkada 2017 berjalan dengan agenda yang telah ditentukan," ucapnya.
Baca juga: Revisi UU Molor, Bagaimana Nasib Tahapan Pilkada 2017?
(miq/kff)











































