Bahkan beberapa waktu lalu aksi pencurian anggrek di wilayah hutan lindung sempat digagalkan oleh warga yang tergabung dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Kemutug Lor, Baturraden, Banyumas, Jawa Tengah yang biasa disebut juga Jagabaya Tourism Independent Security Baturraden. Beberapa tanaman alam yang disita dari para pencuri yakni anggrek epifit (Mycaranthes latifolia) dan Anggrek Tanah (Calanthe pulchra).
"Kejadiannya sekitar Februari 2016. Saat itu yang menangkap Jagabaya. Terus terang kami terbantu dengan keberadaan Jagabaya yang ikut mengawasi keanekaragaman hayati di sini," kata petugas lapangan Bagian Kesatuan Pemangku Hutan (BKPH) Gunung Slamet barat, Subejo kepada wartawan, Jumat (29/4/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Untungnya, kesadaran warga dalam menjaga keanekaragaman hayati di wilayah hutan Baturraden cukup tinggi. Untuk itu, kami akan meningkatkan komunikasi dengan warga yang selalu membantu kami," Jelasnya.
Saat ini, barang bukti sejumlah 42 tanaman anggrek tanduk rusa atau epifit dan tujuh tanaman anggrek tanah dititipkan di rumah anggrek Kebun Raya Baturraden (KRB), karena tanaman anggrek memiliki karakteristik yang khusus di mana tanaman tersebut harus hidup di lingkungannya. Seperti anggrek tanah, biasanya hidup di dalam hutan hujan tropis dengan ketinggian kisaran 500-3.400 meter di atas permukaan laut.
"Jika ditanam di daerah yang tidak sesuai dengan habitatnya tentunya akan cepat mati. Hal serupa juga dialami anggrek tanduk rusa," jelas Nuri Jelma Megawati, salah satu Staff Kebun Raya Baturraden.
Dia mengungkapkan, fenomena pengambilan tanaman di alam atau hutan lindung kawasan lereng Gunung Slamet juga pernah terjadi beberapa waktu lalu. Saat itu, tanaman yang menjadi primadona yang diambil secara besar-besaran adalah kantung semar atau Nepenthes andrianii.
"Banyaknya pengambilan kantung semar saat itu membuat tanaman itu semakin langka hingga saat ini. Walau diambil, tanaman tersebut belum tentu bisa hidup karena memiliki sensitivitas yang tinggi," ujarnya.
Sedangkan menurut Komandan Jagabaya Tourism Independent Security Baturraden, Warjito kepada wartawan beberapa waktu lalu mengatakan jika dalam waktu sebulan terakhir pihaknya sudah menangkap pencuri tanaman anggrek dan tanaman penjalin cacing dihutan Baturraden dari tiga kelompok yang berbeda. Rata-rata mereka berasal dari Bandung, Garut dan Tasikmalaya.
"Tanaman yang mereka ambil tidak tanggung-tanggung jumlahnya. Sampai ada yang kita pergoki mereka membawa tiga karung dan setelah kita serahkan ke pihak Kebun Raya Baturraden, isinya jenis tanaman anggrek dan penjalin cacing," ucap dia.
Dia menjelaskan, para pencuri tersebut mengakui jika tanaman yang mereka curi tersebut rencananya akan mereka jual kembali karena ada penampung tanaman jenis tersebut untuk diekspor ke Jepang.
"Kalau di Baturraden harga anggrek sekitar Rp. 20 - 25 ribu, tapi kalau di Bandung katanya bisa sampai Rp. 100-200 ribu per pohon. Sedangkan penjalin cacing di Baturraden harganya sekitar Rp. 100-200 ribu, tapi sampai sana bisa sampai Rp. 1 juta," jelasnya.
Tanaman yang dicuri tersebut langsung disita, tapi sayangnya, para pelaku pencurian tanaman hias tersebut tidak dihukum atau diserahkan kepada pihak berwajib sehingga tidak menimbulkan efek jera. Tidak menutup kemungkinan, kedepan para pelaku pencurian tersebut akan kembali beraksi mengambil tanaman anggrek dan penjalin cacing di lereng hutan lindung Gunung Slamet. (arb/dra)











































