Hanya 4 Bulan di Komisi V, Anggota DPR Elion Tak Tahu Soal Bagi-bagi Duit

Kasus Suap Damayanti

Hanya 4 Bulan di Komisi V, Anggota DPR Elion Tak Tahu Soal Bagi-bagi Duit

Dhani Irawan - detikNews
Kamis, 28 Apr 2016 14:27 WIB
Foto: Agung Pambudhy
Jakarta - Anggota DPR RI Elion Numberi memenuhi panggilan penyidik KPK untuk diperiksa sebagai saksi kasus suap di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Numberi mengaku hanya merasakan kursi di Komisi V DPR RI selama 4 bulan saja.

"Saya hanya empat bulan di Komisi V," ucap Numberi di KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (28/4/2016).

Lantaran hanya 4 bulan di Komisi V, Numberi mengaku tidak tahu tentang adanya sistem pembagian fee yang diungkap Damayanti Wisnu Putranti di persidangan. Sejak Januari 2016Β  Numberi dipindahkan ke Komisi VIII.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Hal itu (bagi-bagi jatah) saya enggak tahu. Itu saya baru masuk," ucapnya.

Numberi sempat mengikuti kunjungan kerja di Maluku. Namun politisi Golkar itu juga mengaku tidak tahu ada pembagian amplop saat kunjungan itu.

"Saya enggak tahu itu, mekanisme itu saya enggak tahu itu, saya baru empat bulan di situ," ucap Numberi terus mengelak.

Dalam kasus ini KPK telah menambah daftar tersangka. Dua tersangka yang baru ditetapkan yaitu anggota DPR RI Andi Taufan Tiro dan Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Wilayah IX Amran Hi Mustary.

Sementara itu dalam sidang, Damayanti Wisnu Putranti mengakui terima fee dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama (WTU), Abdul Khoir, terkait proyek pembangunan jalan Tehoru-Laimu senilai Rp 41 miliar di Maluku Utara. Penerima fee dari rekanan tersebut, disebut Damayanti, telah menjadi sistem di Komisi V DPR.

"Pak Amran menginstruksikan Abdul untuk membayarkan fee yang sudah ada judul dan kode kepemilikan masing-masing. Fee untuk pembangunan jalan di Tehoru-Laimu," kata Damayanti saat menjadi saksi untuk terdakwa Abdul Khoir di Pengadilan Tipikor, Jl Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin, 11 April 2016.

Amran Hi Mustary adalah Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Wilayah IX meliputi Maluku dan Maluku Utara. Damayanti mengaku tak tahu mengenai pengaturan besaran fee tersebut, hanya saja ia menyebut pemberian fee kepada anggota dari rekanan telah menjadi sistem di Komisi V.

Damayanti menjelaskan, total fee yang ia terima dari Abdul adalah 328 ribu dollar singapura. Di mana 80 ribu dollar singapura dari uang tersebut diserahkan ke Julia Prasetyarini alias Uwi dan Dessy A. Edwin selaku perantara. Keduanya kini telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Jika ditotal dengan yang diterima Uwi dan Dessy maka total pemberian fee dari Abdul adalah 8 persen dari nilai proyek.

Abdul Khoir didakwa jaksa KPK melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Ia diduga melakukan suap bersama-sama dengan Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa, So Kok Seng alias Aseng, dan Direktur PT Sharleen Raya (JECO Group) Hong Arta John Alfred. Suap sebesar Rp 21,28 miliar, SGD 1.674.039 atau sekitar Rp 15.066.351.000 dan USD 72.727 atau sekitar Rp 959.996.400. Suap diduga diterima tak hanya oleh Damayanti. (dha/rvk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads