Lewat surat ke redaksi@detik.com, Rabu (27/4/2016), Agung mengungkapkan pelayanan yang dia terima. Berbeda jauh dengan pengurusan perpanjangan STNK di Samsat yang serba cepat dan tak ribet cukup 30 menit.
Berikut masukan dan kritik Agung:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hari ini (Rabu, 27 April 2016) saya ikut mengantri di Kejaksaan Negeri Jakarta Timur untuk mengambil SIM saya. Karena saya tidak sempat ikut sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Timur sebelumnya.
Saya tiba di Kejaksaan Negeri Jakarta Timur sekitar pukul 09.30 WIB. Saya langsung menuju loket 1 untuk menukar surat tilang saya dengan nomor antrean. Dari loket, saya mendapat nomor antrean 290.
Saat itu, dari pengeras suara, saya dengar nomor antrean yang sedang dipanggil masih nomor-nomor di bawah 100. Karena tahu masih lama, saya memutuskan untuk meninggalkan lokasi. Sembari menunggu antrean yang masih panjang, saya pergi ke Samsat Jaktim untuk mengurus perpanjangan STNK.
Tiba di Samsat, saya ambil formulir perpanjangan STNK. Tapi sempat panik tidak dapat melanjutkan proses perpanjangan karena ada satu persyaratan yang kurang. Saya tidak membawa fotokopi BPKB. Tapi ternyata pihak Samsat tetap bisa memproses. Saya diminta datang ke loket pengesahan dahulu. Meski harus membayar Rp. 20.000, bagi saya tidak masalah. Soalnya saya merasa cukup terbantu, setidaknya daripada saya harus kembali pulang kr rumah untuk membawa fotokopi BPKP yang tertinggal.
Setelah itu saya bisa mengikuti prosedur perpanjangan STNK seperti orang lain. Dan yang saya rasakan, proses perpanjang STNK tidak memakan waktu lebih dari 30 menit.
Selesai perpanjang STNK, saya kembali ke Kejaksaan Negeri Jakarta Timur. Dari pengeras suara, saya dengar nomor antrean yang sedang dipanggil sudah masuk ke deret nomor 250 lebih.
Meskipun pemahaman umum, daftar nomor antrean yang dipanggil di Kejaksaan untuk mengurus tilang memang tidak urut.
Permasalahannya, berapa banyak waktu yang terbuang untuk mengurus hal ini? Karena dengan sistem seperti ini, seolah-olah kita dipaksa memaklumi proses yang tidak urut, dan memakan waktu tanpa kepastian.
Bukankah sekarang jamannya revolusi mental? Jamannya reformasi birokrasi? Akan sampai kapan sistem seperti ini dilangsungkan? Apa benar tidak ada solusi lain? Toh nyatanya lembaga lain pun (contohnya Samsat) bisa mempercepat proses pengurusan perpanjangan STNK dengan lebih cepat. Saya juga pernah membaca berita di detik.com tentang "Kena Tilang? Bayarnya Sekarang Bisa Lewat Internet". Sebuah bukti kemajuan dalam reformasi birokrasi.
Bisa jadi bukan cuma saya yang punya uneg-uneg seperti ini. Kita semua menolak birokrasi kompleks bukan? Setidaknya kalau Kejaksaan Negeri Jakarta Timur (dan mungkin daerah lainnya) bisa memperbaiki sistem, kita bisa sama-sama membangun alam bawah sadar kita, bahwa negara hadir melayani rakyat. Meskipun rakyat seperti saya adalah orang yang pernah menerima surat tilang.
Soal masukan dari warga ini, detikcom mengonfirmasi ke Kapus Penkum Kejati DKI Waluyo. Dia menegaskan akan menindaklanjuti keluhan warga ini.
"Nanti akan saya tindak lanjuti hal itu langsung ke Kajari Timur, khususnya Kasi Pidum yang menangani hal ini," ujar Waluyo kepada detikcom, Rabu (27/4/2016).
Waluyo sendiri menjelaskan penerapanan tilang online belum berjalan serentak di Kejaksaan Negeri wilayah hukum DKI Jakarta. Hal itu dikarenakan diperlukan persiapan khusus dalam pelaksanaan.
"Jadi begini tilang online itu baru berjalan di Kajari Jakarta Utara dan Jakarta Barat. Untuk Kajari Jakarta Timur ini masih dalam proses persiapan. Namun ke depan hal ini akan diterapkan dalam waktu dekat," paparnya.
"Nanti keluhan seperti ini akan saya sampaikan langsung ke Kajari Jakarta Timur dan khususnya Kasie Pidum sebagai penangung jawabnya," pungkas Waluyo. (ed/dra)