Terlebih jika disebut saat bermain golf itu juga dibicarakan terkait posisi dan jabatan seseorang.
"Saya kecewa. Masa iya sih di lapangan golf terus menentukan karir orang," ujar Sutiyoso saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (26/4/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau saya dulu golf itu karena saya ingin dekat dengan anak buah. Yang biasa main tenis saya ajak main tenis, yang biasa main voli saya ajak main voli. Itu kan semata-mata pendekatan gaya kepemimpinan. Itu kan olahraga," katanya.
"Namun demikian, kita atur waktu juga kan kapan kita bisa main golf. Sebagai pemimpin kan saya bisa atur sendiri, Sabtu pas libur kita enggak ada apa-apa terus main," tambahnya.
(Baca juga: Ahok: Bang Yos dan Foke Main Golf)
Sutiyoso mengatakan, perlu membangun hubungan yang baik antara pimpinan dan bawahan. Salah satu caranya lewat olahraga.
"Kalau saya semata-mata sudah puluhan tahun pimpin orang. Kan jadi pendekatan hati itu kita lakukan supaya hubungan antara anak buah dan kita itu tidak ada jarak. Mereka tidak merasa tertekan, itu kan gaya masing-masing," katanya.
(Baca juga: Pejabat Pemprov DKI: Sejak Pak Jokowi dan Pak Ahok, Geng Golf Nggak Ada)
Ahok sebelumnya tidak mempermasalahkan soal biaya yang harus dikeluarkan untuk pejabat bermain golf. Dia lebih menyoroti tentang bagaimana perkumpulan golf ini dapat membuat pegawai di Pemprov DKI dekat dengan pimpinan sehingga mudah naik pangkat. Dengan begitu, bawahan akan lebih dikenal oleh pimpinan sehingga potensi kenaikan pangkat mudah diraih.
Perkumpulan golf dinilainya sebagai arena untuk 'melobi' secara halus. "Nggak juga, ini bukan soal main golf mahalnya. Mereka main golf itu dulu ada perkumpulannyalah. Kalau main golf kan kayak lobi, lebih dekat. Ngobrol, akhirnya lebih kenal," jelas Ahok.
(jor/fdn)











































