Operasi KPK dan Jejak Aroma Koruptif di MA dari Masa ke Masa

Operasi KPK dan Jejak Aroma Koruptif di MA dari Masa ke Masa

Andi Saputra - detikNews
Minggu, 24 Apr 2016 14:47 WIB
Gedung Mahkamah Agung di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta (ari/detikcom)
Jakarta - Dua bulan berturut-turut KPK menggeledah gedung Mahkamah Agung (MA). Pertama yang menggeledah ruang kerja Kasubdit MA Andri Tristianto Sutrisna dan penggeledahan kedua yaitu ditujukan ke ruang kerja Sekjen MA Nurhadi. KPK juga menggeledah rumah pribadi Nurhadi di bilangan Hang Lekir, Jakarta Selatan.

Operasi KPK itu mengingatkan sejarah panjang peradilan di Indonesia. Seorang peniliti dari Belanda, Sebastian Pompe mencatat aroma koruptif baru mulai terasa saat Indonesia memasuki era Orde Baru. Di era Orde Lama, banyak hakim agung yang patut diteladani. Salah satunya adalah Ketua MA, Wirjono Kusuma yang berangkat ke kantor menggunakan sepeda gowes.

"Wirjono Kusuma adalah hakim hebat. Melangkah tegap, ia berjalan melewati meja kami dengan jari mengusap meja untuk memeriksa ada debu atau tidak. Ia pergi pulang ke dan dari kantor naik sepeda. Saat pulang ia akan melambai kepada Anda layaknya seorang bapak dari seberang jalan," kata sumber Pompe sebagimana detikcom kutip dari buku "Runtuhnya Institusi Mahkamah Agung", Minggu (24/4/2016).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kala itu, ada seorang Ketua MA terjepit masalah kebutuhan sehari-hari. Untuk menutupinya, sang Ketua MA itu tidak korupsi tetapi memilih merentalkan mobilnya. Setelah ia sampai di kantor, mobilnya lalu disewakan dan kembali pada sore hari. Namun situasi berubah saat Indonesia memasuki era Orde Baru.

"Pada awal 1980-an, pemerintah melancarkan operasi anti-korupsi yang khusus ditujukan ke lembaga peradilan. Kampanye yang dinamakan OPSTIB membongkar jaringan korupsi peradilan yang begitu luas hingga muncul istilah 'mafia peradilan," kata Sebastian Pompe.

Pompe menceritakan, ketika anak Seno Adji berbulan madu ke Surabaya pada 70-an akhir. Saat itu Seno Adji memaksa Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menyetempel pengeluaran bulan madu anaknya dengan stempel perjalanan dinas. Begiu pula saat Seno Adji dan keluarga liburan ke Jepang.

"Seno Adji sangat sibuk dengan uang, sama seperti beberapa hakim agung yang lain. Hanya dua atau tiga orang yang jujur, selain itu mereka semuanya terlibat. Kadang-kadang uang datang langsung dari para pihak berperkara atau dari para penasihat hukum mereka. Juga dari PN yang punya jalur ke Seno Adji yang menyerahkan sebagian uang perolehan mereka. Ada beberapa ketua PN yang menjadi kaki tangan Seno Adji dan mereka inilah yang mengirimkan uang," tulis peneliti yang biasa dipanggil 'Bas' itu.

Akibat banyaknya korupsi, maka usai 1980-an semakin sulit bagi seorang hakim MA mempertahankan integritasnya. Jumlah hakim yang baik dan jujur merosot dan dikucilkan.

"Jika dahulu orang harus mencari seorang hakim yang korupsi dengan lentera, sekarang ia harus menggunakan lentera itu untuk mencari hakim yang jujur," ujar sumber Pompe.
Orde Baru tumbang, ternyata aroma koruptif masih tercium kuat dari puncak lembaga pengadilan di Indonesia itu. Sebut saja staf MA Pono Waluyo yang ditangkap KPK pada 2005 karena diduga membawa sejumlah uang untuk mengamankan perkara. Dilanjutkan dengan Djodi Supratman yang dibekuk KPK pada 2003 saat membawa segepok uang guna pengamanan kasus. Terakhir yaitu Andri yang dibekuk pada Februari 2016 lalu.

"Ini masalah integritas. Gaji dan remunerasi mereka sudah tinggi, negara sudah memberikan fasilitas berlebih. Dulu selalu beralasan karena gajinya rendah, tapi sekarang malah sebaliknya. Gaji tinggi malah menjadi alasan untuk menaikkan harga: mau nyogok berapa sekarang? Ini sangat memprihatinkan," kata ahli hukum pidana Prof Hibnu Nugroho. (asp/erd)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads