Gunung Es dan Aksi KPK Bersih-bersih MA

Gunung Es dan Aksi KPK Bersih-bersih MA

Dhani Irawan - detikNews
Minggu, 24 Apr 2016 10:55 WIB
Gedung KPK (Foto: Agung Pambudhy/detikcom)
Jakarta -

Istilah gunung es muncul dari mulut Wakil Ketua KPK Saut Situmorang ketika Andri Tristianto Sutrisna ditangkap. Pejabat eselon III di lingkungan Mahkamah Agung (MA) itu disangka menerima suap untuk menunda pengiriman salinan putusan.

Saat itu, Saut menyebut bahwa kasus suap di lingkungan MA yang melibatkan Andri hanya berupa puncak gunung es. Namun sebenarnya ada perkara yang lebih besar di dalamnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Gunung esnya dalam, gunung esnya dalam," kata Saut, Selasa (16/2/2016).

Ungkapan itu dilontarkan Saut ketika ditanya apakah kasus suap Andri itu bakal melebar hingga petinggi-petinggi hakim. Alih-alih menjawab lugas, Saut memilih ungkapan tersebut.

Namun demikian, sejumlah pejabat tinggi di MA sempat dipanggil penyidik KPK untuk memberikan kesaksian. Salah satu pejabat yang diminta memberi kesaksian yaitu Sekretaris MA Nurhadi.

Berselang 2 bulan, KPK kembali melakukan operasi tangkap tangan, tepatnya Rabu, 20 April 2016. Panitera sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) Edy Nasution ditangkap ketika menerima duit Rp 50 juta dari seorang perantara.

Penyidik KPK menduga duit itu untuk pengamanan pendaftaran Peninjauan Kembali (PK) yang dilakukan oleh perusahaan berperkara. Sayangnya, KPK belum menguak secara jelas perusahaan yang dimaksud serta alur suap tersebut.

Namun KPK langsung mengambil langkah besar dengan mencegah Nurhadi dalam kasus tersebut. Status Nurhadi masih sebagai saksi meski telah dicegah.

KPK juga menggeledah ruang kerja hingga rumah pribadi Nurhadi. Duit puluhan dollar turut disita KPK. Namun KPK belum mengungkap berapa jumlah duit tersebut.

Nurhadi merupakan PNS di MA, begitu juga istrinya. Meski demikian, keduanya bisa memiliki rumah mewah di kawasan elite Kebayoran Baru. Rumah tersebut berada di Jalan Hang Lekir V, Kebayoran Baru dan hanya sepelemparan batu dari Senayan City, sebuah pusat perbelanjaan papan atas di Jakarta.

Rumah ini melengkapi LHKPN-nya yang lebih dari Rp 30 miliar. Nurhadi baru membuat LHKPN pada 2014. Berkas LHKPN diberikan ke KPK usai didesak publik.

Di lain pihak, Saut masih enggan membeberkan apa peran Nurhadi dalam kasus ini hingga harus digeledah dan dicegah. Dia meminta publik bersabar.

"Sabar dulu. Penyidik masih kerja," singkat Saut, Minggu (24/4/2016). (dhn/mad)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads