"Yang patut disayangkan adalah sikap pemerintah yang terkesan lebih megakomodir pembayaran tebusan oleh perusahaan tempat 10 WNI itu bekerja daripada bersikap lebih keras terhadap Filipina untuk memberikan akses pada pasukan Indonesia terlibat dalam operasi pembebasan sandera," kata Dasco kepada wartawan, Kamis (21/4/2016).
Padahal, kata Dasco, Kapolri dalam keterangannya telah siap dengan pasukan gabungan bersama TNI untuk operasi pembebasan sandera. Pemerintah harus ingat bahwa mereka mengemban tugas konstitusional untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia di manapun mereka berada.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Toleransi pembayaran tebusan, Dasco melanjutkan, akan menjadi preseden buruk di kemudian hari, karena ada kesan negara Indonesia lepas tangan atas nasib rakyatnya dan warga negara Indonesia mudah untuk diculik dan diperas.
"Bukan tidak mungkin hal serupa bisa terulang karena gerombolan Abu Sayyaf merasa nyaman menculik warga negara Indonesia. Padahal hampir setiap hari kapal-kapal dagang Indonesia melintasi kawasan itu," ulas Dasco yang merupakan Wakil Ketua MKD DPR ini.
Menurut Dasco, satu-satunya opsi yang tersisa adalah Pemerintah bersikap tegas dan menyampaikan protes keras terhadap Filipina untuk terlibat dalam operasi militer terbatas pembebasan sandera.
"Dalam konteks hukum internasional, tidak sepenuhnya benar bahwa pasukan asing tidak boleh beroperasi di Filipina, sebab lokasi penculikan dan penyekapan sandera memang secara de facto dikuasai oleh pemberontak Abu Sayyaf. Jadi militer kita akan hadir ke sana sebagai sekutu membantu pemerintah Filipina khusus menghadapi Abu Sayyaf yang memang musuh negara Filipina," pungkasnya.
(tor/van)











































