Didatangi Komisi IV, Nelayan Desa Lontar Keluhkan Kapal Penyedot Pasir

Didatangi Komisi IV, Nelayan Desa Lontar Keluhkan Kapal Penyedot Pasir

Elza Astari Retaduari - detikNews
Rabu, 20 Apr 2016 17:00 WIB
Perairan Lontar, Tirtayasa, Serang, Banten. Foto: Elza Astari/detikcom
Serang - Penyedotan pasir untuk menguruk pulau buatan di Teluk Jakarta ternyata bukan hanya dilakukan di Pulau Tunda. Pengambilan pasir dengan kapal besar itu dilakukan di Perairan Lontar, Tirtayasa, Serang, Banten.

Warga sekitar yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan itu selama ini merasa dirugikan dengan adanya penambangan pasar itu. Sebab penyedotan dilakukan di zona tambak nelayan tradisional.

"Tolong kami Pak, usir kapal pencuri pasir," teriak salah satu warga setempat saat ditemui rombongan Komisi IV DPR, Rabu (20/4/2016).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Warga nelayan di Desa Lontar lalu membentangkan tulisan seperti orang berdemonstrasi. Baik dari nelayan itu sendiri, para istri dan keluarganya. Mereka menceritakan bagaimana kapal penyedot tetap beroperasi meski dapat perlawanan dari warga.

"Kalau yang dekat dengan kita itu dari Jet Star, nama kapalnya Queen of Nederlands. Mereka beroperasi sekitar 2-3 mil dari sini, makanya kita kena dampaknya," ungkap perwakilan nelayan Desa Lontar, Marsyad.

Rombongan Komisi IV menemui nelayan di Perairan Lontar, Tirtayasa, Serang, Banten. Foto: Elza Astari/detikcom


Kepada nelayan, Wakil Ketua Komisi IV Viva Yoga Mauladi yang memimpin rombongan bertanya soal operasi kapal. Marsyad pun lalu menunjukkan sebuah kapal yang besar terlihat dari pantai.

"Itu kapalnya. Sudah dari tahun 2003 atau 2004. Dampak penyedotan, air jadi keruh. Ikan jadi lari. Terus karena jaraknya cuma 2 mil, jaring tambaknya kena (ke sedot). Kan zona tambak nelayan sekitar 2-4 mil dari pesisir," jelas Marsyad.

Menurutnya, sebelum ada proyek penambangan pasir itu, nelayan tradisional bisa memanen 50-100 kg sekali tangkapan. Namun semenjak ada penyedotan, nelayan hanya bisa memanen paling banyak 20 kg.

"Sebelum ada penambangan, kiya kaya mini plan rajungan. Rajungan kan hidup di pasiran. Sekarang mini plan cuma ada 1," keluhnya.

Dengan berkurangnya tangkapan, otomatis penghasilan nelayan jauh berkurang. Para nelayan ini sebenarnya sudah berulang kali melayangkan protes kepada pemda setempat namun penyedotan terus dilakukan. Penambangan pasir diketahui telah mendapat izin dari Pemkab.

"Kita ke DPRD juga, tapi nggak bisa temui. Besok ada janji tanggal 22, mereka janji akan audiensi," ucap salah satu nelayan lainnya, Farori.

Nelayan di Desa Lontar, Tirtayasa, Serang, Banten. (Foto: Elza Astari/detikcom)


Viva Yoga sebagai perwakilan dari DPR berjanji akan memproses aduan dari para nelayan di Desa Lontar. Apalagi setelah rombongan melihat langsung adanya kapal penyedot kapal itu.

"Ini berarti walaupun sudah ada moratorium, aktivitas reklamasi Teluk Jakarta masih berlangsung. Dalam hal ini pengambilan material pasari," terang Viva Yoga.

Berdasarkan informasi dari nelayan, ada sejumlah kapal penyedot lain yang beroperasi untuk mengambil pasir. Di sekitar Pulau Tunda yang berjarak 10 mil dari Desa Lontar, kapal yang beroperasi bukan kapal yang sama dan juga dari perusahaan lain.


(elz/fdn)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads