Dalam rapat di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (20/4/2016), Badrodin menjelaskan beberapa kasus yang sebelumnya sudah diminta Komisi III, salah satunya terkait kematian Siyono. Saat kejadian pada 10 Maret 20016, Siyono dibawa dua petugas Densus 88 untuk menunjukkan lokasi penyimpanan senjata.
"Tidak diborgol, dengan pendekatan supaya kooperatif. Sekitar pukul 12.30 WIB, melintas di jalan lintas Klaten-Pramboanan. Siyono melakukan penyerangan ke petugas yang hanya 1 orang yang menjaga. Perkelahian tidak bisa dihindari," ujar Badrodin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menyerang, menyikut, menendang dan mencoba merampas senjata api. Tendangannya kena ke bagian belakang kepala pengemudi sehingga kendaraan sempat oleng ke kanan tapi bisa melanjut perjalanan," paparnya.
"Akhirnya pengawal berhasil melumpuhkan tersangka. Tersangka dalam keadaan tertunduk lemas," tambah Badrodin.
Situasi saat itu tidak memungkinkan untuk menepi. Siyono lalu dibawa ke IGD RS Bhayangkara DIY tapi nyawanya tidak dapat diselamatkan.
"Pemeriksaan luar berdasarkan permintaan penyidik Densus 88, ada luka memar kepala sisi kanan belakang dan pendarahan di bawah selaput otak belakang kanan," rinci Badrodin.
"Fraktur tulang iga kelima ke depan. Semua karena kekerasan benda tumpul," lanjutnya.
Menurut Badrodin, tewasnya Siyono juga membawa kerugian untuk Polri. Itu karena dia memiliki banyak keterangan soal jaringan terorisme yang dibutuhkan kepolisian.
"Ini kejadian yang tidak diinginkan Polri. Yang bersangkutan menyimpan berbagai keterangan dalam mengungkap jaringan terorisme," ucap Badrodin.
Saat ini, sidang etik untuk anggota Densus 88 yang terlibat di kasus Siyono. Setidaknya ada dua kelalaian yang dilakukan oleh anggota.
"Sudah dilakukan pemeriksaan ke petugas dan komandannnya. Ada sidang disiplin karena kelalaian pertama, Pengawalan hanya satu orang. Kedua, membawa tersangka tidak diborgol," bebernya. (imk/bag)