Jaksa Agung Muhammad Prasetyo memastikan masih akan memburu buronan lain kasus BLBI tersebut. Namun dia tidak menyebut siapa saja buronan yang tengah diincar tersebut.
"Pasti dengan ditangkapnya Samadikun di luar negeri khususnya di China ini meningkatkan memburu yang lain," kata Prasetyo di kantornya, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Selasa (19/4/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Samadikun terjerat kasus ketika PT Bank Modern sebagai bank umum swasta nasional mengalami saldo debet karena terjadinya rush. Dalam kondisi itu, untuk menutup saldo debet PT Bank Modern telah menerima bantuan likuidasi dari Bank Indonesia dalam bentuk SBPUK, Fasdis dan Dana Talangan Valas sebesar Rp 2,5 triliun.
Selanjutnya dari jumlah BLBI dalam bentuk SBPUK, Fasdis dan dana talangan valas sebesar Rp 2,5 T itu, Samadikun dalam kapasitasnya selaku Presiden Komisaris PT Bank Modern melakukan korupsi. Ia menggunakan bantuan likuiditas dari Bank Indonesia tersebut menyimpang dari tujuan awal yang secara keseluruhan berjumlah Rp 80 miliar.
Samadikun menghilang saat hendak dieksekusi berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1696 K/Pid/2002 tanggal 28 Mei 2003. Dia adalah terpidana 4 tahun penjara dalam kasus penyalahgunaan dana BLBI senilai Rp 169 miliar.
Dari berbagai sumber yang dihimpun, kasus penyalahgunaan BLBI ini telah dinikmati berbagai pihak. Sebagian besar tersangka atau terpidana yang terlibat telah kabur ke luar negeri atau malah kasusnya dihentikan.
(Baca juga: Jaksa Agung: China Harus Bantu RI Pulangkan Samadikun Hartono)
Sebut saja misalnya Sjamsul Nursalim yang kasusnya dihentikan. Kasusnya sendiri kemudian diajukan ke Perdata dan Tata Usaha Negara tetapi tidak ada kejelasan hingga kini. Sjamsul diduga menerima BLBI sekitar Rp 24,7 triliun. (dha/hri)











































