Perjuangan Kang Yoto dalam menanggulangi kemiskinan di Bojonegoro ditulis lengkap oleh CLM Panders dalam bukunya Bojonegoro 1900-1942: A Story of Endemic Poverty in North East Java Indonesia. Dalam buku tersebutΒ Penders menyebutkan, pemerintahan kolonial Belanda telah melakukan berbagai upaya untuk mengentaskan masyarakat Bojonegoro dari jerat kemiskinan. Namun, pemerintah Belanda mengakui belum mampu menyejahterahkan rakyat Bojonegoro.
Penyebabnya sederhana, mental birokrat yang bobrok dan kepicikan kaum pribumi. Kekayaan alam sebelum ditemukan minyak pada zaman kolonial yang melimpah, seperti hutan jati dan tembakau ternyata belum mampu mengangkat derajat kesejahteraan rakyat Bojonegoro. Bahkan, rakyat terjerat dalam belitan renternir Belanda dan pribumi kaya saat itu. Ada sejumlah penyebab Bojonegoro mengalami kemiskinan yang hebat saat itu, di antaranya minimnya irigasi, diskriminasi pendidikan, dan terjerat utang yang menumpuk kepada renternir. Β
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal ini juga dibarengi dengan revolusi pendataan terhadap berbagai kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh ibu-ibu Dasawisma di desa tersebut (self asessment), juga membuat kebijakan kemudahan investasi untuk perizinan usaha (tanpa pungli)Β di Bojonegoro, juga diberlakukannya upah minimu pedesaan (UUP) di daerah kantong kemiskinan β pengusaha cukup menggaji pekerja Rp. 1.005.000 β para pekerja juga senang karena dekat dengan keluarga (rumah).
Hasilnya menurut riset Bigs World Bank Bojonegoro dalam 8 tahun ini melejit tercepat dibanding seluruh kabupaten di Jatim dari tahun 2008 penduduk miskin sebanyak > 28 % saat ini menjadi < 14 %. Dan peringkatnya menjauh dari daerah termiskin di Jawa Timur nomor tahun 2008 menjadi nomor 9 di tahun 2014. Infrastruktur terutama akses jalan menuju seluruh kecamatan dan desa sudah baik, ini sangat penting untuk meningkatkan akses ekonomi rakyat. Pembuatan embung, waduk dan bendungan juga penting bagi ekonomi rakyat, sebagai sumber air pertanian.
Pendidikan dan kesehatan sangat diperhatikan melalui Gerakan Hidup Sehat, tidak ada satu pun warga Bojonegoro yang tidak dijamin kesehatannya dan Gerakan Ayo Sekolah dengan beasiswa pendidikan yang terus digelontorkan untuk rakyat. Korupsi di birokrasi sangat rendah, sehingga kepercayaan rakyat kepada pemerintah sangat tinggi. Dan yang pasti siap melaksanakan pembangunan berkelanjutan.
Menjelang Pilgub DKI tahun 2017, banyak pihak mendorong kepala daerah yang berhasil membangun daerah untuk maju. Bahkan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) berharap kepala daerah yang sukses ikut meramaikan Pilgub DKI supaya warga Ibu Kota punya banyak pilihan calon kepala daerah.
Ada beberapa kepala daerah yang dinilai berhasil memimpin daerahnya antara lain Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, Bupati Batang Yoyok Riyo Sudibyo,Β Bupati Bojonegoro Suyoto, Bupati Bantaeng Nurdin Abdullah, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto, Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi, Wali Kota Pangkal Pinang Irwansyah, dan Wali Kota Malang Moh Anton. Memang tak semuanya menyatakan siap maju Pilgub DKI, namun prestasi mereka memimpin daerah menjadi nilai plus jika mereka maju ke jenjang lebih tinggi. Siapa bakal jadi cagub DKI terbaik?
(van/nrl)











































