Iskandar merupakan bendahara proyek pembebasan lahan di tahun 2002-2006 itu. Proyek DDT merupakan proyek Dishub dari Manggarai-Cikarang yang dibagi dua bagian yaitu Manggarai-Bekasi dan Bekasi-Cikarang. Duduk sebagai ketua proyek adalah Yoyo Sulaiman.
Seharusnya, harga pembebasan lahan Rp 700 ribu per meter, tetapi hanya dibayarkan Rp 448 ribu per meter. Ke mana lari selisih uang tersebut? Ternyata gemerincing uang masuk ke kantong keduanya. Belakangan, kasus ini mencuat sehingga keduanya diadili dengan berkas terpisah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca Juga: Bendahara Double-double Track Divonis 5 Tahun
Selesai di perkara pertama, Iskandar kembali diadili di kasus kedua yaitu pembebasan lahan DDT untuk proyek Bekasi-Cikarang. Pada 15 Juni 2015 Pengadilan Tipikor menjatuhkan hukuman 6 tahun penjara kepada Iskandar. Atas putusan ini, jaksa banding dan dikabulkan Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta. Majelis tinggi yang terdiri dari Elang Prakoso Wibowo, Sutarto KS, Sutoto Hadi, As'adi Al Ma'ruf dan Reny Halida Ilham Malik memperberat hukuman Iskandar menjadi 9 tahun bui.
Atas hukuman ini, Iskandar tidak terima dan kasasi. Ia berharap nasibnya beruntung dan hukumannya bisa berkurang. Jaksa tidak gentar dan ikut menghadapi kasasi. Tapi apa lacur, Iskandar bertemu Artidjo-Lumme-Latif.
"Tidak menerima kasasi terdakwa, mengabulkan kasasi jaksa," demikian lansir panitera MA yang dilansir dalam websitenya, Senin (18/4/2016).
Bukannya memperingan hukuman Iskandar, tapi Artidjo-Lumme-Latif memperberat hukuman Iskandar menjadi 15 tahun penjara. Tidak hanya itu, ketiganya juga sepakat untuk menghukum Iskandar mengembalikan uang yang dikorupsinya yaitu Rp 11 miliar. Jika dalam waktu 1 bulan tidak mau membayar uang pengganti maka harta Iskandar haruslah dilelang. Kalaupun hartanya tidak mencukupi membayar kerugian negara, maka Iskandar harus mendekam 4 tahun lebih lama di dalam penjara.
Dengan hukuman ini, maka Iskandar total mendapat hukuman 20 tahun penjara. Jika Iskandar tidak mau mengembalikan uang yang dikorup, maka siap-siap ia hidup 24 tahun di penjara.
![]() |
Trio Artidjo-Lumme-Latif sering membuat para terdakwa korupsi berdetak kencang mendengar nama ketiganya. Hal ini bukannya tanpa alasan, sebab ketiganya dikenal sebagai 'algojo' bagi terdakwa korupsi. Ketokan terakhir yang mendapat vonis Artidjo-Lumme-Latif adalah mantan politikus Partai Demokrat, Sutan Bhatoegana. Trio Artidjo-Lumme-Latif memperberat hukuman Sutan menjadi 13 tahun bui dengan merampas harta Sutan hasil korupsi dan mencabut hak politik Sutan.
Artidjo-Lumme-Latif pula yang memperberat hukuman dr Tunggul Parningotan Sihombing di kasus proyek vaksin flu burung dari 10 tahun penjaran menjadi 18 tahun penjara. Ketiganya juga memperberat hukuman Direktur Pusat Transportasi di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Prof Dr Ir Prawoto, M SAE dari 18 bulan menjadi 8 tahun penjara. Prawoto terseret kasus bus transJakarta dengan otak utama Udar Pristono. (asp/nrl)












































