Pemerintah Harus Identifikasi Jalur 'Merah' Pelayaran di Sekitar Filipina

Pemerintah Harus Identifikasi Jalur 'Merah' Pelayaran di Sekitar Filipina

Ikhwanul Khabibi - detikNews
Minggu, 17 Apr 2016 23:55 WIB
Foto: Ilustrasi: Mindra Purnomo
Jakarta - Dalam jangka waktu satu bulan, 14 WNI menjadi korban penculikan di perairan perbatasan Filipina. Agar kejadian itu tidak terulang di kemudian hari, pemerintah disarankan mengidentifikasi jalur berbahaya bagi pelayaran.

"Sudah saatnya pemerintah melakukan identifikasi daerah-daerah rawan dilakukannya pembajakan dan penyanderaan. Tujuannya agar pemerintah dapat mengumumkan dan menghimbau para nahkoda kapal berbendera Indonesia untuk menghindar dari wilayah tersebut," kata Guru Besar Hukum Internasional UI Hikmahanto Juwana, Minggu (17/4/2016).

Hikmahanto menjelaskan, bila pemerintah sudah berhasil mengidentifikasi daerah rawan pembajakan, maka kapal-kapal bisa melewati jalur yang steril. Tidak masalah kapal harus menempuh jarak yang lebih jauh asalkan aman dari para perompak.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Bisa jadi ini berarti biaya transpor yang lebih mahal namun ini opsi terbaik mengingat di wilayah rawan tersebut kemungkinan adalah basis Abu Sayyaf dan otoritas Filipina mungkin tidak memiliki kendali atas wilayah tersebut," jelasnya.

"Tindakan mengidentifikasi dan mengumumkan harus segera dilakukan agar tidak terjadi korban berikut," tegas Hikmahanto.

Seperti diketahui, kini total ada 14 WNI yang disandera di Filipina. Para WNI tersebut merupakan ABK kapal yang dibajak, salah satu kapal sudah diketahui dibajak oleh kelompok Abu Sayyaf.

Yang paling baru, ada dua kapal yang dibajak yaitu Kapal Tunda TB Henry dan Kapal Tongkang Cristi dibajak dalam perjalanan kembali dari Cebu, Filipina, menuju Tarakan. Di dalam kapal tersebut ada 10 WNI. Saat kejadian, satu orang ABK tertembak, lima orang selamat dan empat orang diculik.

(Hbb/Hbb)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads