"Kami bukan pemukiman liar. Ini yang ditempati rumah negara golongan tiga, yang ditempati para pensiunan Departemen Perhubungan sejak 1954," jelas pengacara warga, Juventhy M Siahaan dari kantor Buyung and Partners dalam pernyataannya, Jumat (15/4/2016).
Buyung menepis tudingan KAI sebagai pemukiman liar. Dahulu, para pegawai Dephub, mendapat surat izin menempati lahan dan ditandatangani kepala jawatan kereta api.
Juventini menegaskan, di negara hukum semestinya KAI mengedepankan hukum. (Baca juga: Penertiban Bangunan Liar di Bungur Untuk Membangun Depo Kereta ke Bandara)
"PT KAI bukan pengadilan, bukan lembaga yudikatif yang bisa melakukan eksekusi. Besok-besok bisa kacau kalau begini, KAI merasa punya eksekusi. Negara bisa chaos," tegasnya.
Ada 14 warga yang merupakan pensiunan, janda, dan ahli waris yang tinggal di Bungur. Mereka kini hidup menumpang di sanak saudara.
"Yang dilakukan KAI bukan penertiban bangunan liar. KAI tidak ada dasar hukum. Sertifkat bukan atas nama dia dan tidak ada perintah pengadilan," tuturnya.
Warga tak bisa berbuat apapun, mereka hanya pasrah saat dgusur paksa. Padahal, lanjut Juventini, mereka masih melakukan persidangan di PTUN.
"Kami punya surat penempatan rumah yang ditandangani kepala jawatan," tutup dia. (dra/dra)