Pengadaan bus itu dilakukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Drajad Adhayksa yang menunjuk langsung Direktur Pusat Transportasi di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Prof Dr Ir Prawoto, M SAE sebagai pelaksana perencanaan.
Versi Prawoto, kerja sama BPPT dengan Dishub DKI Jakarta berdasarkan kontrak kerja dan terdapat nota kesepahaman yang mengikat. Menurut Prawoto, semua pekerjaan konsultasi yang dilakukan BPPT selayaknya konsultan pada umumnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Prawoto dijerat dengan dua pasal yaitu Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi. Pasal 2 ayat 1 berbunyi:
Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20Β tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Adapun Pasal 3 menyatakan:
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Pada 19 Agustus 2015, Pengadilan Tipikor Jakarta menghukum Prawoto selama 18 bulan penjara. Majelis meyakini Prawoto hanya bersalah melakukan Pasal 3 UU Tipikor sebagaimana dakwaan subsidair jaksa. Putusan ini diperberat oleh Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta menjadi 3 tahun penjara.
Nah, di tingkat kasasi inilah hukuman Prawoto naik berkali-kali lipat. Berdasarkan informasi yang dihimpun detikcom, Jumat (15/4/2016), majelis hakim yang mengadili Prawoto yaitu Artidjo Alkostar dengan anggota Prof Dr Abdul Latif dan MS Lumme mengubah pasal yang dikenakan. Ketiganya menyatakan Prawoto bersalah melanggar Pasal 2 ayat 1 UU Tindak Pidana Korupsi.
Prawoto dinyatakan secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Dengan berubahnya pasal yang dikenakan, maka majelis memperberat hukuman Prawoto menjadi 8 tahun penjara.
Prawoto juga diwajibkan membayar uang pengganti Rp 800 juta, yaitu sejumlah uang yang dikorupsinya. Apabila tidak membayar uang pengganti itu maka diganti 2 tahun penjara. Putusan ini diketok pada 13 April 2016 dengan panitera pengganti Santhos Wahjoe Prijambodo.
Bagaimana dengan Udar? Dia terlebih dahulu dihukum 13 tahun penjara oleh Artidjo dkk. Selain itu, seluruh harta Udar juga dirampas negara. Hukuman Udar diperberat oleh majelis hakim kasasi yang terdiri dari Artidjo Alkostar dengan anggota Krisna Harahap dan Prof Dr Abdul Latif. (asp/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini