Kang Yoto sempat diragukan oleh warganya sendiri di awal kariernya memimpin Bojonegoro. Namun seiring 8 tahun kepemimpinannnya, banyak prestasi yang telah diukir oleh Kang Yoto. Kang Yoto menceritakan bahwa mencanangkan dialog dengan warga kemudian bersama-sama membangun Bojonegoro amat tidak mudah. Ia sempat diragukan, bahkan dimarahi oleh warganya sendiri saat berdialog.
"Kemampuan anggaran kami terbatas, masalah kami kompleks. Kami dari sisi pemerintahan belajar betul, dulu kami kalah dengan sejarah. Warga sempat tak percaya, mereka bllang Kang Yoto jancuklah. Dibilang "jancuk" itu biasa. Lalu ketika saya dialog sempat mereka marah-marah. Namun seiring berjalannya waktu, ketika kita terbuka, marah-marah itu kemudian hilang, tidak lagi berdebat tapi saling memahami," ungkap Kang Yoto dalam jumpa pers tentang Bojononegoro sebagai pelopor open government di Pisa Cafe, Jalan Mahakam 1, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis, (14/4/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bukan lagi politisi sebagai commander tapi fasilitator. Mekanismenya menjadi dialogik. Kalau kami turun ke masyarakat tapi bagaimana merasakan, tapi benar benar brainstorming dengan masyarakat apa yang harus dibangun ke depannya," tutur dia.
Terkait dengan hasil program collaborative learningnya tersebut, Kang Yoto menganalogikannya dengan keberhasilan Bojonegoro menyikapi soal banjir yang kerap membayangi. Meski belum hilang namun secara intensitas masalah banjir bisa diminimalisasi dalam kurun waktu 8 tahun.
"Waktu tahun 2008 saya masih belum ngerti kenapa bisa terjadi banjir baru tahun 2009 kita tahu banjir itu dari mana. Kemudian kita belajar, banjir itu berasal dari kiriman 18Β kabupaten kota, lalu kita tau Bojonegoro itu laut. Kota harus siap dan memahami banjir itu kapan datang. Karena itu kami memastikan sebab banjir ini, apa infrastruktur kita cukup untuk mengelola banjir ini," kata Kang Yoto.
"Karena di luar Bojonegoro kita bisa melawan banjir tapi kita tahu Bojonegoro Barrage bukan untuk menolak tapi untuk meminimalisasi," sambung dia.
Selain itu Kang Yoto juga berhasil memanfaatkan partisipasi rakyat dalam membangun infrastruktur untuk mengatasi berbagai masalah. Warga Bojonegoro berbondong-bondong merelakan tanah mereka untuk diberi ke pemerintahan kemudian dikelola untuk kepentingan publik.
"Di zaman sekarang, warga Bojonegoro datang ke saya untuk menyerahkan sebagian tanahnya untuk dikelola oleh pemerintah. Ini kan luar biasa. Mereka percaya bahwa itu untuk kepentingan warga bukan kepentingan individu atau bisnis. Hasilnya ada pembangunan jembatan, irigasi, dan infrastruktur lainnya yang menunjang kebutuhan warga," imbuh dia.
Selain itu, dari data yang dihimpun detikcom, sejauh ini Bojonegoro telah mendapatkan lebih dari 100 penghargaan baik internasional maupun nasional sejak 2008 hingga 2016. Penghargaan tersebut terdiri dari berbagai aspek, yang terbanyak soal pemerintahan. Kang Yoto juga berhasil menempatkan Bojonegoro sejajar dengan kota besar di dunia dari segi open goverment dan inovasi. (van/nrl)











































