Pemprov DKI memang melakukan penertiban dan membongkar rumah-rumah yang tak memiliki surat resmi. Kini perahu yang biasa dia ajak melaut menjadi tempat tinggal bersama keluarganya.
![]() |
"Di perahu ada 6 orang yang anak kecil, kalau saya tidur di emperan sini sama istri saya. Ada lagi anak saya tidur di puing sama di terpal samping tenda TNI. Jadi ada sekitar 15 oranglah," jelas Basri yang ditemui di Luar Batang, Jakarta, Kamis (14/4/2016).
"Mandi buang air di WC darurat yang saya buat sendiri, kasian yang cewek susah kalau mau mandi makanya saya bikin. Kalo saya kan gampang," urai dia.
![]() |
WC yang ada memang sisa bangunan dahulu. Hanya tinggal tembok saja, dan bagian atas sudah tak ada. Basri menutupnya dengan seng.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
"Sudah di sini dari tahun '83, milih di perahu karena lagi cari-cari kontrakan. Nyari di Luar Batang mahal, bisa sampai sejuta tadinya 400-500 ribu. Kalau di perahu dari malam sebelum pembongkaran," tutup dia.
Siang terik terasa di Luar Batang. Basri menepi mencari tempat yang nyaman. Sejak pagi dia mencari besi dan kayu dari tumpukan puing-puing. Dia tak lagi melaut karena kapal kini menjadi tempat tinggal. (dra/dra)














































