"Bisa saja. Kadensus kan brigjen, punya anggaran, punya gaji juga lumayan dan bisa juga patungan dengan teman-teman lainnya. Itu sering kita lakukan," kata Komjen Tito saat ditanya wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (13/4/2016).
Tito yang merupakan mantan Kadensus 88 ini mengatakan hal seperti itu tidak selalu dilakukan. Keluarga yang akan diberikan santunan juga boleh menolak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau terima ya syukur. Kalau tidak terima ya tolak saja sejak awal," lanjut mantan Kapolda Metro Jaya ini.
Menurutnya, hal seperti itu didasarkan pada kemanusiaan seseorang. Bisa juga tindakan tersebut dilakukan ketika ada sesama anggota yang meninggal.
"Kemanusiaan. Jangan hanya lihat dari sisi pelaku teror. Berapa banyak anggota Polri yang meninggal. TNI yang meninggal di Poso, ada tidak yang beri tunjangan? Negara lah. Negara, asuransi, temen-nyanya kadang-kadang urunan tanpa lihat latar belakang," ucap Tito.
Siyono ditangkap Densus 88 karena disebut sebagai terduga teroris. Meski Siyono tewas, Tito menyebut aparat tidak akan kesulitan mengorek informasi.
"Kalau tersangka ini meninggal, ya mungkin dia punya informasi. Tapi yang kita punya lebih. Sebelum ada penangkapan, kita sudah ada banyak," jelasnya.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menyebut uang Rp 100 juta yang diberikan Polri kepada Suratmi, istri Siyono yang tewas usai ditangkap Densus 88, berasal dari kantong pribadi Kadensus.Β Uang itu sebagai bentuk simpati.
"Itu bukan uang negara. Uang pribadi, ya boleh saja," kata Badrodin di Rupatama Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Selasa (12/4). (imk/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini