Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebelumnya mempersoalkan pembangunan di Pulau C. Pulau itu digarap oleh PT Kapuk Naga Indah, anak perusahaan PT Agung Sedayu Group dengan luas 276 hektare. Pemilik PT Agung Sedayu Group adalah Sugianto Kusuma alias Aguan.
Lewat jajarannya, Ahok sudah menyegel pulau C dengan alasan melakukan pembangunan tanpa Izin Mendirikan Bangunan (IMB). IMB baru bisa dikeluarkan bisa persoalan kontribusi tambahan dalam raperda sudah dibereskan dengan DPRD. Artinya, masih belum akan keluar dalam waktu dekat ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari dua pulau tersebut ada yang sudah memiliki nama komersial, yakni Golf Island. Lewat brand tersebut, sudah ada transaksi jual beli kavling di sana. Iklan-iklan di media pun sudah lama bermunculan dengan maket desain dan kavling yang sudah dibagi-bagi per wilayah.
Dilihat di situs GolfIsland-pik.com, Selasa (11/4), ada beberapa tipe rumah dan ruko yang sudah ditawarkan. Harganya di kisaran miliaran rupiah dengan luas tanah mulai dari 250 meter persegi. Namun informasi tersebut sudah tak bisa diakses lagi hari ini.
![]() |
Masih di situs yang sama, ada beberapa foto pembangunan tiang pancang dan beberapa area di pulau tersebut. Namun belum jelas untuk apa peruntukannya. Yang pasti, sejak awal Pemprov DKI sudah melarang ada pembangunan.
Tak hanya di situs tersebut, ada juga penawaran Golf Island di beberapa situs jual beli properti. Dari sebuah iklan, detikcom mencoba menanyakan lahan di sana. Salah seorang broker penjualan lahan mengatakan, ada pemilik kavling seluas 8x25 meter yang menawarkan harga Rp 21 juta per meter persegi.
"Langsung view ke laut," kata penjual tersebut.
![]() |
Ditanya soal praktik jual beli lahan di pulau reklamasi, Ahok menegaskan itu adalah sebuah masalah. Namun dia belum tahu pasti karena kemungkinan praktik tersebut dilakukan 'di bawah tangan'.
"Dia tidak mungkin terjadi jual beli. Jual beli dalam Undang-undang kita itu sudah mesti ada NJOP. Sekarang saya tanya, pulau sudah punya NJOP belum? Belum," tegasnya.
Belum diketahui bagaimana proses jual beli di pulau reklamasi ini secara legal. Termasuk surat-surat apa yang diperjualbelikan.
Terkait hal ini, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) sudah mengimbau konsumen tak membeli properti di area itu. YLKI mendapat data memang ada pengembang tertentu sudah gencar menawarkan, mengiklankan penjualan produk properti. Dan sebagian konsumen sudah tergiur untuk membelinya. Dalam pandangan YLKI, konsumen yang melakukan transaksi, membeli properti di area reklamasi Teluk Jakarta posisi hukumnya sangat lemah.
"Potensi timbul sengketa, permasalahan di kemudian hari sangat besar. Oleh karena itu, demi menghindari pelanggaran hak-hak konsumen di bidang properti, YLKI menyarankan agar konsumen jangan tergiur oleh tawaran, iklan dari pengembang apa pun yang menawarkan produk properti di daerah reklamasi Teluk Jakarta, sebelum masalah perizinan reklamasi Teluk Jakarta mengalami titik terang," tegas Tulus.
Tulus menjelaskan secara detail bahwa pengembang yang menjual propertinya harus mengantongi perizinan di bidang properti. Ada 4 dokumen hukum/perizinan yang harus dimiliki pengembang sebelum memasarkan produk properti yang terdiri dari:
a) izin prinsip
b) izin reklamasi
c) izin pemanfaatan reklamasi
d) izin mendirikan bangunan (IMB).
"Semua izin itu dikeluarkan Pemda DKI. Saat ini sejumlah pengembang baru memiliki izin prinsip dari Pemda DKI. Jangan sekali-kali melakukan transaksi produk properti hasil reklamasi, apabila pengembang belum memiliki 4 perizinan di atas," tegas Tulus.
detikcom mencoba mengkonfirmasi hal ini ke Aguan menjelang pemeriksaan di KPK pagi tadi. Namun dia tak mau memberikan jawaban. Aguan hanya tersenyum sambil berjalan. (/mad)













































