"Beberapa hari menjelang putusan, pelapor datang lalu langsung naik ke ruang pimpinan. Apa yang dibicarakan, saya tidak paham. Tak lama saya diminta menghadap ke ruangan pimpinan. Terus saya diminta untuk mengambil titipan. Memang titipan itu disampaikan dari pimpinan kepada saya," kata Falcon di ruang sidang Gedung Mahkamah Agung (MA), Jalan Medan Merdeka Utara, Rabu (12/4/2016).
Titipan yang dimaksud yaitu amplop berisi uang. Saat pertemuan dalam ruang pimpinan di tahun 2014 itu, tidak ada saksi. Ajudan pimpinan ada di ruang kerja pimpinan. Tetapi Falcon berani mempertanggungjawabkan dan mengkonfrontir kesaksian itu dengan atasannya tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sela-sela kesaksiannya itu, Falcon tidak kuasa menahan air matanya menetes. Ia mengaku sangat menyesal atas apa yang pernah dilakukannya. Apalagi Falcon mendeklarasikan diri sebagai hakim progresif.
"Hakim progresif adalah hakim yang dapat membawa perubahan yang drastis. Saya masih menuruti kemauan pimpinan untuk melakukan hal yang tidak baik. Saat itu saya tidak jujur, saya mengikuti keinginan pimpinan," kata Falcon dengan meneteskan air mata.
Pengadilan etik ini dilakukan oleh tujuh hakim dari unsur MA dan KY. Komisioner KY, Joko Sasmito, menjadi Ketua MKH. MKH lainnya diisi oleh anggota KY Sukma Violetta, Farid Wajdi dan Sumartoyo. Sementara MKH yang berasal dari Mahkamah Agung ialah hakim agung hakim agung Irfan Fachrudin, hakim agung Amran Suadi dan hakim agung Ana Samiati.
"Apakah Anda masih punya hati nurani saat meenerima uang titipan?" tanya Sukma.
Pertanyaan itu hanya dijawab dengan air mata.
"Itu kesalahan saya, saya manusia yang tidak luput dari salah. Saya janji untuk tidak mengulangi," tutur Falcon lirih. (asp/nrl)