Menurut Irman protes dengan mosi tak percaya ini sebagai pendewasaan DPD sebagai lembaga negara.
"Tentu kita harus dewasa menyikapi berbagai reaksi, tapi sebagaimana kita ketahui di mana lembaga negara itu mosi tidak percaya itu kan di sistem parlementer dan eksekutif. Apalagi DPD ini kan lembaga daerah," kata Irman di ruang paripurna, Nusantara V, komplek parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (11/4/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu tak menjadi masalah. Cuma pertanyaannya, 2,5 tahun itu kapan di laksanakan? Kalau di samakan periode yang sekarang, aturan pimpinan DPD itu kan yang sekarang dari 2014 sampai 2019. Kalau diubah dengan tatib ya melanggar UU," tuturnya.
Kemudian bila ada pandangan berbeda maka sebaiknya ada masukan dari Mahkamah Agung dengan fatwanya. Cara ini lebih sesuai logika karena tak memaksakan pendapat yang melanggar undang-undang.
"Itu bisa lebih baik dengan meminta fatwa ke MA. Itu pas, sesuai," ujar senator asal Sumatera Barat itu.
Paripurna sore tadi sempat ricuh karena adanya keinginan penyampaian surat mosi tak percaya oleh anggota DPD asal Sulawesi Utara, Benny Ramdhani. Ia menginginkan surat ini bisa dibacakan dalam paripurna untuk mewakili rekan-rekannya yang setuju mosi tak percaya.
"Saya ingin menyampaikan surat yang sudah ditandatangani 60 lebih anggota. Bagaimana pimpinan sekarang sudah kehilangan legitimasi karena melanggar kode etik," ujar Benny di ruang paripurna Nusantara V. (hat/rni)