Kisah Santoso: Dari Pedagang Serabutan, Komandan MIT Lalu Jadi Buron

Memburu Kelompok Santoso

Kisah Santoso: Dari Pedagang Serabutan, Komandan MIT Lalu Jadi Buron

Erwin Dariyanto - detikNews
Senin, 11 Apr 2016 18:01 WIB
Santoso (Foto: isitimewa)
Jakarta - Masyarakat di Dusun Bakti Agung, Desa Tambarana Trans, Kecamatan Poso Pesisir Utara, Kabupaten Poso, hingga kini masih tak percaya bahwa Santoso menjadi Komandan Mujahidin Indonesia Timur yang diduga mendalangi sejumlah aksi teror di Indonesia. Sejak tahun 1998 menikah dan tinggal di Bakti Agung, Santoso tak pernah menunjukkan perilaku aneh atau mencurigakan.

Ilmu agama dan ibadahnya pun terbilang biasa saja. Dia juga tak menunjukkan bakat sebagai seorang pemimpin. Di Tambarana,Β  Santoso mencari nafkah dengan berjualan buku keliling, sayur, buah-buahan dan terkadang menjadi buruh bangunan.

Sekretaris Desa Tambarana Trans, Eko Prabowo, mengatakan hubungan Santoso dengan warga baik. Dia rajin ikut kerja bakti dan rukun kampung. "Hubungan (Santoso) dengan masyarakat baik, ibadah juga biasa saja. Makanya kami heran, kok bisa ya (mendalangi aksi teror). Kami juga heran," kata Eko Prabowo saat berbincang dengan detikcom, Kamis (7/4/2016).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam catatan Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah, Santoso tak pernah belajar agama di pondok pesantren mana pun. Ilmu agama dia dapat dari majelis taklim atau pengajian terbuka di sekitaran kota Palu yang dia ikuti.

Bahkan seorang perwira di Polda Sulteng menyebut, Santoso ini bukanlah seorang ideolog melainkan hanya sekadar figur. "Dia (Santoso) hanya seorang figur bukan ideolog," kata sang perwira yang tak mau disebutkan namanya itu.

Nama Santono mencuat setelah mendalangi peristiwa penembakan anggota polisi di kantor Bank BCA, Palu, pada 25 Mei 2011. Ustad Yasin yang pada saat itu tengah merintis pendirian Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) di Poso melirik Santoso.

Pada Februari 2012, Ustad Yasin mengangkat Santoso menjadi Qoid (ketua) bidang Asykari JAT wilayah Poso. Alasan penunjukan antara lain karena Santoso saat itu masih memiliki dan menyimpan senjata api serta amunisi.

Santoso kemudian memimpin sejumlah pelatihan militer (tadrib asykari) yang dilaksanakan beberapa kali di Pegunungan Biru, Poso Pesisir Kabupaten Poso dan di pegunungan Malino Kecamatan Soyojaya, Kabupaten Morowali. "Para pesertanya berasal dari warga Poso, Morowali, Jawa, Kalimantan, Sumatera dan NTB," kata perwira tersebut.


Pegunungan Biru di Poso. (Foto: Erwin/detikcom)


Pada akhir 2012 atau awal tahun 2013,Β  Santoso bersama Daeng Koro mendeklarasikan berdirinya Mujahidin Indonesia Timur (MIT). Sejak itu mereka melakukan perekrutan dan pelatihan militer (tadrib asykari) yang dilaksanakan beberapa kali di wilayah Pegunungan Biru, Poso Pesisir.

Saat ini Santoso dan kelompoknya tengah terkepung di salah satu hutan di pegunungan Biru, tepatnya di wilayah Napu Palu atau sekitar 125 kilometer dari tempat pelarian awalnya di dusun Taman Jeka, Poso.

Rafli alias Furqon, mantan anggota kelompok Santoso, menyarankan agar rekan-rekannya yang saat ini masih di hutan untuk turun. Dia mengajak Santoso dan anggota kelompoknya kembali ke masyarakat dan hidup secara normal sebagai warga negara.

"Mari hidup normal saja, apa adanya," ajak Rafli yang sekarang mengurus kebun kakao.

(erd/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads