KPK: Aturan Gratifikasi Dibuat untuk Lindungi Profesi Dokter

KPK: Aturan Gratifikasi Dibuat untuk Lindungi Profesi Dokter

Rini Friastuti - detikNews
Sabtu, 09 Apr 2016 16:26 WIB
Foto: thinkstock
Jakarta - Pihak Direktorat Gratifikasi KPK menegaskan penerimaan gratifikasi dapat merusak profesi dokter. Karena itu aturan pengendalian gratifikasi di lingkungan dokter penting dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi.

"Aturan gratifikasi didorong dalam rangka pencegahan, di mana sebenarnya ranah potensi terjadinya gratifikasi dapat kita cegah," ujar anggota Direktorat Gratifikasi KPK, Dion HS dalam diskusi publik yang diselenggarakan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Menteng, Jakpus, Sabtu (9/4/2016).

Menurutnya, gratifikasi bisa diterima tidak secara langsung ke dokter. Pemberiannya sebut Dion kerap dilakukan melalui 'perantara'.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Bisa dikirim ke rumah, bisa diterima anggota keluarga (dokter), lalu bagaimana aturannya kalau seperti itu? Makanya UU memberikan kesempatan untuk menjelaskan tentang aturan gratifikasi," jelasnya.

Saat ini tingkat kesadaran para dokter mengenai larangan menerima gratifikasi mulai membaik. Banyak dokter sebut Dion yang melaporkan penerimaan gratifikasi karena dianggap merusak profesi kedokteran.

"Aturan gratifikasi ini sebenarnya mewadahi itikad baik seseorang untuk melindungi dirinya. Apabila ada yang merasa menerima gratifikasi, maka dia bisa melaporkannya ke KPK," kata dia.

Sebelumnya Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan menyebut gratifikasi dapat berbentuk sponsorship dari perusahaan farmasi untuk mendapatkan kredit konferensi atau seminar.

"Intinya adalah di profesi kedokteran, perusahaan farmasi itu biasa memberikan sponsorship misal perjalananan akomodasi untuk hadir di seminar. Pemberian ini biasanya ditujukan ke individu dokter. Timbul kekhawatiran kalau menurut UU masuk gratifikasi karena masuk pemberian yang masuk jabatan dan kewenangan termasuk dokter-dokter PNS jadi harus dilaporkan dan ditetapkan KPK apakah milik negara atau dokter yang bersangkutan," jelas Pahala.

Setelah melakukan pembahasan dengan Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia dan International Pharmaceutical Manufacturer Group  disepakati penghentian pemberian sponsorship kepada dokter secara individu. Nantinya regulasi itu akan segera disusun oleh Kemenkes.

"Untuk dokter atau dokter PNS diberikan ke Institusi RS dalam bentuk penawaran ke RS yang bersangkutan. Katakan lah ada seminar di Jakarta, RS kemudian menjawab bahwa kami akan kirim dari A dan di RS akan dipandu oleh Kemenkes dalam bentuk SOP untuk tawaran itu," jelas Pahala.

Sementara untuk dokter swasta, Pahala menyebut nantinya penawaran itu akan disalurkan melalui ikatan profesi seperti IDI atau perhimpunan dokter spesialis. Untuk teknisnya, nanti akan diatur juga oleh Kemenkes.

(rni/fdn)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads