DPR Disindir Jokowi, Politikus PAN Kritik Pemerintah Soal Legislasi

DPR Disindir Jokowi, Politikus PAN Kritik Pemerintah Soal Legislasi

Elza Astari Retaduari - detikNews
Rabu, 06 Apr 2016 12:35 WIB
Foto: lamhot Aritonang
Jakarta - Presiden Joko Widodo menyindir DPR yang senang membahas banyak undang-undang. Anggota DPR dari Fraksi PAN Yandri Susanto mengkritik balik Pemerintah.

Yandri mengatakan rancangan Undang-Undang bukan hanya datang dari DPR, tapi juga ada dari Pemerintah. Maka, seharusnya, pimpinan DPR dan Presiden sering melakukan konsultasi agar kerja legislasi selaras.

"Jangan sampai bertepuk sebelah tangan. Sahamnya sama pemerintah dengan DPR sama-sama 50 persen. Kalau pemerintah ternyata tidak mau, proses ini akhirnya jadi sia-sia," ungkap Yandri di Gedung DPR, Kompleks Senayan, Jakarta, Rabu (6/4/2016).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Supaya selaras dengan Pemerintah, jadi kami meminta pimpinan perlu konsultasi dengan Presiden. Supaya jangan dianggap nafsu atau maunya DPR, karena ini bukan maunya DPR saja," lanjut dia.

Pernyataan Presiden disebutnya dapat berdampak buruk terhadap citra DPR. Fraksi pun meminta kepastian komitmen Pemerintah terhadap legislasi yang sudah direncanakan antara kedua belah pihak.

"Sampaikan ke rakyat ini kebutuhan untuk rakyat dan negara. Bukan hanya kebutuhan DPR. Kita minta komitmen dari Pemerintah khususnya Presiden," ucap Yandri.

Yandri Susanto (Ari Saputra/detikcom)

Anggota Komisi II itu juga mengingatkan bahwa di DPR menteri-menteri Kabinet Kerja kerap mendesak agar proses legislasi dipercepat. Kaitannya untuk kepentingan dalam bidang masing-masing.

"Kalau presiden tidak mau, menteri jangan seenak-enaknya di DPR. Jangan tidak ada komunikasi yang tidak baik. Perlu ada konsultasi, apalagi masa sidang kali ini tidak lebih dari satu bulan," tutur Yandri.

Sementara itu, Ketua DPR Ade Komarudin dalam pidatonya di sidang paripurna menginformasikan perkembangan soal legislasi di DPR. Dia menyebut DPR akan menyelesaikan penyusunan 13 RUU dan melanjutkan pembasan 15 RUU yang menjadi prioritas bersama dengan pemerintah.

"Dalam prioritas tersebut RUU tentang pengampunan pajak (Tax Amnesty) dan RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU Nomor 1 tahun 2002 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme akan diselesaikan pada masa persidangan IV ini," urai Ade.

Pria yang akrab disapa Akom ini juga menyebut RUU yang akan dilanjutkan proses harmonisasinya di Badan Legislasi adalah RUU tentang Pertembakauan. Juga RUU tentang penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

Saat ini DPR juga masih menunggu Surat Presiden soal RUU Perubahan Kelima soal Ketentuan Umum dan Tata Cara perpajakan dalam UU No.6 tahun 1983 dan RUU tentang Kewirausahaan Nasional.

"Di samping itu, ada 4 RUU ratifikasi yang sampai saat ini masih dibahas. Yaitu ratifikasi persetujuan perdagangan jasa dalam persetujuan kerangka kerja sama ekonomi menyeluruh asosiasi bangsa-bangsa Asia Tenggara dan Republik India," jelasnya.

Juga ratifikasi protokol perubahan pertama terhadap persetujuan pembentukan kawasan perdagangan bebas ASEAN-Australia-Selandia Baru, ratifikasi protokol perubahan persetujuan Marrakesh pembentuan organisasi perdagangan dunia dengan persetujuan fasilitasi perdagangan, dan ratifikasi protokol untuk melaksanakan paket komitmen di bidang jasa keuangan dalam persetujuan kerangka kerja ASEAN di bidang jasa

"DPR dan pemerintah terus berkomitmen untuk mempercepat proses pembahasan RUU yang menjadi prioritas Tahun 2016 disertai dengan tanpa mengabaikan kualitas yang menjadi prioritas dalam pembahasan RUU sesuai dengan harapan Presiden Joko Widodo," terang Akom.

"Karena itu pimpinan DPR mengimbau kepada pimpinan Alat Kelengkapan Dewan dan anggota dewan yang terlibat dalam pembahasan RUU memprioritaskan kualitas UU tersebut," imbuh politisi Golkar itu.

Sebelumnya Jokowi melontarkan sindiran akan kinerja DPR yang lebih senang membahas banyak UU dan kurang memperhatikan kualitasnya. Ia mengaku tahu alasan DPR bersemangat mengejar pembahasan UU dengan jumlah banyak tapi menolak menyebutkan alasannya.

"Cukup satu tahun 3 atau 5 (undang-undang), tapi yang betul-betul baik. Bukan jumlah yang diutamakan. Jumlah 40, 50 (UU) untuk apa," ujar Jokowi, Rabu (30/3). (ear/tor)



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads