Mengintip Rumah Sederhana Orang Tua Kang Yoto Bupati Bojonegoro

Mencari Cagub DKI Terbaik

Mengintip Rumah Sederhana Orang Tua Kang Yoto Bupati Bojonegoro

Elvan Dany Sutrisno - detikNews
Rabu, 06 Apr 2016 11:09 WIB
Foto: Elvan Dany S
Jakarta - Meski hampir dua periode memimpin Bojonegoro, Bupati Suyoto tak merenovasi rumah peninggalan orang tuanya. Kang Yoto punya alasan khusus membiarkan rumah wasiat itu tetap lestari seperti masa kecilnya.

Sebenarnya Kang Yoto pernah berniat memperbaiki rumah tersebut, meskipun tidak mengubah bentuk keseluruhan, semasa Ibunya masih hidup. Namun upaya itu dilarang oleh sang Ibu.

"Ibu saya orang keukeuh dalam prinsip, kesederhanaan namun penuh cinta kasih. Mungkin disebut sederhana kurang pas. Lebih tepat sangat menerima dengan keadaan. Saat istri saya mau memberi paving untuk lantai dapur, ibu saya menolak, alasannya karena masak pakai kayu bakar. Begitu juga saat mau diperbaiki kamar mandinya. Alasannya masih bisa dipakai. Tapi setelah perbaikan kamar mandi dan lantai dapur, Ibu bilang...ini bikin saya menyesal kalau meninggal," kata Kang Yoto mengawali kisahnya soal rumah peninggalan ibunya itu, saat detikcom berkunjung rumah tua di Desa Bakung, Kecamatan Kanor, Bojonegoro itu, Jumat (1/4/2016) malam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelah itu Kang Yoto tak lagi merehab rumah itu, rumah itu dibiarkan seperti saat Kang Yoto dibesarkan. Dari depan, rumah yang terletak bersebelahan dengan Masjid Irsyadussubban ini tampak tua dan sederhana namun tetap terawat. Sama dengan rumah itu, masjid di sebelahnya juga terbilang tua, memang Kang Yoto punya janji sosial tak membangun masjid itu sebelum sejumlah gereja di Bojonegoro selesai dibangun.

Rumah berdinding tembok dan kayu itu berukuran tak begitu besar, mungkin luas bangunannya sekitar 100 meter persegi, bercat putih bersih. Memasuki pintu utama langsung dihadapkan dengan ruang tamu yang juga ruang keluarga. Dinding dicat putih, jendela cokelat, kursi-kursi lama warisan orang tuanya masih dibiarkan utuh, demikian pula sejumlah sepeda tua terparkir di ruangan ini. Sejumlah foto Kang Yoto dan foto keluarga terpajang di sana-sini.

Tak ada eternit, genting rumah dan tiang penyangga terlihat jelas kalau kita melihat ke langit-langit rumah. Kesan rumah tua warisan orang tua sangat jelas terasa.

Memasuki ruang belakang langsung ruang hiburan keluarga lengkap dengan televisi namun nontonnya pun tetap lesahan. Ada beberapa kamar, tak elok kalau kami mengintip kamar tersebut, kami langsung masuk ke ruang paling belakang yang tak lain adalah dapur nan sederhana lengkap dengan tungku yang biasa digunakan untuk memasak yang masih utuh. Lantainya seperti yang diceritakan Kang Yoto, sudah dipaving rapi. Namun memang tak mengurangi kesan dapur tua yang menjadi ciri khas rumah-rumah di pedesaan.

"Memang semuanya saya biarkan utuh. Waktu Pakde Karwo datang pernah saya ajak ngobrol di sini," kata Kang Yoto sembari duduk di kursi bambu tua di dapur yang agak gelap tersebut.

Kang Yoto pun ingin menjaga kesederhanaan rumahnya ini. Dia berpesan kepada adiknya yang tinggal di rumah tersebut, agar tidak mengubah bangunan asli rumah tersebut.

"Rumah orang tua di kampung ditempati adik saya, kondisinya masih sama dengan yang dulu. Kalau saya mudik sama anak-anak tidur di lantai, karena tidak ada kamar. Bahagia sekali dalam harmoni kampung. Kami sesama saudara sepakat membiarkan rumah itu seperti apa adanya. Mungkin benar kata Einstein, manusia itu tidak rasional soal orang tua dan soal tempat di mana ia dilahirkan. Rumah orang tua dan lingkungan pedesaannya selalu memberi inspirasi akan kasih sayang, harmoni, kesederhanaan, kepercayaan diri,  tidak kagetan, tidak gunuman, memberi tanpa menunggu berlimpah," katanya.
Masjid di samping rumah orang tua Kang Yoto

Rupanya masih terpatri dengan jelas di sanubari Kang Yoto sosok ibunya yang terus menjaga kesederhanaan, bahkan saat anaknya jadi bupati sekalipun.

"Sampai Ibu meninggal tahun 2012 sama sekali belum mau menjenguk saya di rumah dinas. Padahal saat saya tinggal di rumah kontrakan di Malang tahun 1990 Ibu nekat naik bus ke Malang. Setiap ditanya kenapa tidak mau ke rumah dinas, jawabannya nggak mau itu rumah pinjaman. Saya pikir benar sekali Ibu saya, itulah sebabnya sampai kini saya memilih di kamar tamu, dibanding kamar utama rumah dinas untuk Bupati," kata Kang Yoto.

"Prof Otto Scharmer dari MIT saat meneliti demokrasi Bojonegoro dan kepemimpinan saya, menyebut  Ibu dan rumah itu sebagai the source and the origin of compassionate. Sumber dan aslinya kasih sayang," pungkasnya.

Menjelang Pilgub DKI tahun 2017, banyak pihak mendorong kepala daerah yang berhasil membangun daerah untuk maju. Bahkan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) berharap kepala daerah yang sukses ikut meramaikan Pilgub DKI supaya warga Ibu Kota punya banyak pilihan calon kepala daerah.

"Semua datang saja. Jakarta ini harus punya kesempatan untuk pilih yang terbaik dari yang terbaik," kata Ahok di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Senin (28/3) lalu.

Ada beberapa kepala daerah yang dinilai berhasil memimpin daerahnya antara lain Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, Bupati Batang Yoyok Riyo Sudibyo,  Bupati Bojonegoro Suyoto, Bupati Bantaeng Nurdin Abdullah, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto, Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi, Wali Kota Pangkal Pinang Irwansyah, dan Wali Kota Malang Moh Anton. Siapakah di antara mereka akan jadi cagub DKI terbaik? (van/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads