Isu Panama Papers dan Offshore Leaks di Mata Ahli Hukum Korporasi

Isu Panama Papers dan Offshore Leaks di Mata Ahli Hukum Korporasi

Fajar Pratama - detikNews
Rabu, 06 Apr 2016 09:55 WIB
Foto: REUTERS/Carlos Jasso
Jakarta - Publik dunia sedang heboh dengan munculnya Panama Papers dan offshore leaks. Banyak yang tak paham dan menuding miring soal daftar nama itu.

Tudingan miring langsung mengarah pada mereka yang namanya tercantum di daftar itu. Tentu mesti dilihat jelas dan teliti, daftar nama-nama itu dan bagaimana mereka tercantum di situ.

Ahmad Fikri Assegaf, pengacara senior di bidang hukum korporasi dan keuangan yang diwawancara detikcom memberikan penjelasan mengenai isu Panama Papers dan offshore leaks.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Selama dua puluh tahun lebih berpraktik dalam bidang hukum korporasi dan keuangan saya dan beberapa rekan seprofesi saya tidak pernah mengetahui ataupun mendengar perusahaan atau pengusaha Indonesia yang menggunakan jasa lawan Firm Panama Mossack Fonsecca yang sekarang ramai diberitakan ini," jelas Fikri yang merupakan managing partner Assegaf Hamzah dan Partners, saat diwawancara detikcom, Rabu (6/4/2016).

Fikri mengungkapkan, dirinya sangat meragukan bahwa sekian banyak perusahaan ataupun orang Indonesia yang namanya tercatat di website ICIJ tersebut menggunakan jasa law firm Panama tersebut.

"Dari melihat beberapa nama perusahaan yang muncul di halaman depan website ICIJ bagian Indonesia, perusahaan-perusahaan tersebut didirikan melalui agen Portcullis Trustnet yang datanya sudah terlebih dahulu bocor kira-kira dua tahun lalu," jelas Fikri.

Fikri mengungkapkan, umumnya perusahaan yang menjadi target pengusaha Indonesia adalah perusahaan di negara yang memiliki tax treaty dengan Indonesia maupun di tax haven.

"Panama setahu saya hampir tidak pernah jadi destinasi pendirian perusahaan kecuali dalam konteks untuk mendapatkan bendera kapal. Dari data perusahaaan yang ada di halaman depan bagian Indonesia website ICIJ, tidak saya lihat ada perusahaan yang didirikan di Panama," urai dia.

Dia mengungkapkan, negara-negara yang populer dan sempat populer untuk perusahaan Indonesia adalah Mauritius (sudah tidak lagi karena tax treaty diputus), Singapura, Seychelles, Labuan Malaysia (sudah tidak lagi karena tidak lagi masuk treaty dengan Indonesia -Malaysia), BVI yang merupakan negara yang tidak memperlakukan pajak bagi perusahaan, Cayman sebuah tax haven yang banyak digunakan untuk mendirikan Private equity fund karena alasan pajak dan hukum yang cukup baik dan beberapa negara lain.

"Untuk mendirikan perusahaan di negara-negara tersebut tidak perlu jauh-jauh ke Panama. Cukup dengan menggunakan lawyer dari negara-negara tersebut yang umumnya memiliki kantor di Singapura atau melalui agen-agen pendiri perusahaan yang juga cukup banyak di Singapura," jelasnya.

"Tujuan mendirikan perusahaan di luar negeri tidak harus selaluΒ  ditafsirkan dengan tujuan buruk," tambahnya lagi.

Fikri menyampaikan, sering perusahaaan Indonesia mendirikan perusahaan patungan dengan asing di luar negeri walaupun untuk suatu usaha di Indonesia karena pihak asing merasa mendapatkan rasa aman lebih karena kekurangpercayaan dengan hukum Indonesia yang masih berkembang.

"Bisa juga perusahaan asing didirikan karena potensi mendapatkan dana pinjaman maupun equity secara lebih murah lebih besar karena bunga bank di Indonesia yang cukup tinggi. Bisa juga perusahaan atau pengusaha Indonesia mendirikan perusahaan di luar negeri untuk mengeluarkan instrumen keuangan yang tidak dapat dikeluarkan di Indonesia karena sistem hukum Indonesia yang tidak memungkinkan," beber dia.

Sistem hukum di Indonesia, lanjut Fikri, yang masih banyak dipertanyakan oleh pihak kreditur ataupun investor asing karena reputasi penegakan hukum kita yang masih buruk.

Oleh karena itu seringkali kreditur luar negeri meminta agar saham perusahaan yang diberikan kredit dan dijadikan jaminan dipegang oleh perusahaan luar Indonesia. Sehingga ketika debitur wanprestasi, kreditur dapat melakukan eksekusi jaminan di negara yang hukumnya oleh mereka dianggap lebih menjamin.

"Jadi banyak sekali alasan mengapa orang atau perusahaan mendirikan perusahaan di luar negeri. Sayang sekali alasan ini tidak mengemuka dan yang banyak dibahas semata-mata adalah aspek niat melanggar hukum sehingga semuanya dianggap memiliki tujuan melanggar hukum. Apalagi ketika semua dilabel berkaitan dengan law firm Panama yang membantu Putin dan beberapa pejabat negara lain memarkir uang miliaran dolar di sana," ungkap Fikri lagi.

Satu hal yang penting dicatat, karena sistem perpajakan Indonesia menganut prinsip worldwide income, orang atau perusahaan boleh saja mendirikan perusahaan di manapun termasuk di negara tax haven sepanjang hal tersebut dilaporkan dalam SPT pribadi atau badan yang bersangkutan.

"Mudah-mudahan pemerintah dapat mengambil sikap yang proporsional dalam melihat ini dan memilih langkah yang tetap. Apabila nantinya dapat dibuktikan ada orang atau perusahaan yang mendirikan perusahaan di luar dengan tujuan menghindari kewajiban pembayaran pajak, tentu Direktorat JenderalΒ  Pajak dapat mengambil tindakan. Kalau belum sampai ke sana jangan lah kita dengan serta merta berburuk sangka," tutup dia. (dra/dra)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads